A. Pendahuluan
Setiap
manusia pasti dilahirkan dari sepasang laki-laki dan perempuan yaitu kedua
orang tua yang melahirkan anak manusia tersebut. Terjalinnya hubungan antara
keduanya merupakan hubungan emosional yang menyatukannya memiliki tujuan yang
sama untuk mencapai kepuasan dan kebahagiaan berdua. Hubungan emosional itu pun
mengikat keduanya untuk menjalin hubungan yang lebih inten dan erat lagi yang
biasa di kenal dengan istilah keluarga.
Keluarga
merupakan satu hubungan yang sangat sakral dalam islam, hubungan yang tidak
hanya tempat melampiaskan hawa nafsu semata sebagaimana yang terjadi pada
binatang. Oleh karenanya banyak syari’at-syari’at islam yang mengatur tentang
kehidupan berkeluarga atau berumah tangga. Persepsi keluarga dalam pandangan
islam berbanding terbalik dengan persepsi keluarga dalam pandangan orang luar
islam, terutama negara-negara barat. Mereka menganggap lembaga keluarga sebagai
tirani yang menghalangi dan mengekang kebebasan mereka berekpresi sehingga
dalam hubungan mereka jarang sekali ditemukan keluarga yang benar-benar utuh
menjalankan fungsi-fungsi dalam berkelurga.
Oleh
kerena itu, dalam pembahasan ini akan dipaparkan bagaimana kondisi kehidupan
berkeluarga di barat dan dampaknya bagi kehidupan mereka, kemudian dipaparkan
juga bagaimana kehidupan berkeluarga yang diajarkan oleh islam sebagai
perbandingan. Pembahasan ini merujuk kepada satu buku yang berjudul ‘Tauhid’
karya Isma’il Raji Al-Faruqi yang merupakan buah karya yang timbul atas
kegelisahan dan keprihatinan penulis melihat kondisi umat islam yang semakin
merosot dalam semua aspek disebabkan karena arus kultur dan budaya luar yang
masuk ke dalam tubuh ajaran dan budaya islam yang menjadikan nilai-nilai islam
menjadi kabur dari keasliannya.
B. Pembahasan
1. Keruntuhan Lembaga Keluarga di Dunia
Negara-negara
barat yang menganut paham komunis mengganti (istitusi) keluarga dengan komune
dimana mereka menganggap bahwa kondisi ideal bagi kehidupan manusia adalah
sebagai suatu keadaan di mana orang-orang hidup di dalam asrama, makan di aula
besar, dan menganggap keturunan mereka sebagai anak-anak negara. Peran yang
seharusnya dipikul oleh orang tua dalam mendidik dan mengayomi anaknya dengan
perhatian dan kasih sayang kini diambil alih oleh negara sehingga ikatan
keluarga diantara mereka menjadi lemah, bahkan tidak ada sama sekali.
Di
Eropa barat dan Amerika Serikat, urbanisasi masyarakat ke pusat-pusat kota
untuk mencari penghidupan membuat orang-orang kehilangan ciri keperibadian mereka
masing-masing. Percampuaran diantara mereka tentu tidak bisa dielakkan,
moralitas mereka menjadi longgar, kaum wanita dituntut untuk menjadi mandiri
yang mengakibatkan ke individualisme menjadi sangat kuat, sehingga hal ini
memperparah pengikisan ikatan keluarga diantara mereka. Hubungan diantara
mereka tidak lebih sebagai hubungan ketika mereka saling membutuhkan ketika
kebutuhan mereka terpenuhi, hubunganpun menjadi terputus. Kebebasan seksual
merupakan dampak dari kondisi yang mereka ciptakan sendiri yang menjadikan lembaga
keluarga tercampakkan karena banyaknya anak-anak lahir tanpa orang tua.
Kehidupan
keluarga dalam kehidupan mereka telah berubah menjadi kumpulan hewan, dalam
pengertian bahwa lembaga ini ada selama anak-anak mereka secara fisik tidak
berdaya dan membutukkan perhatian perhatian terus-menerus dari orang tuanya.
Begitu mereka menginjak usia balig, kebutuhan material dan ikatan keluarga
terputus. Lebih diperparah lagi dengan kehidupan orang tua yang sibuk dengan
pekerjaan mereka masing-masing di luar rumah dan tekanan untuk mencari kepuasan
emosional pribadi sehingga perhatian terhadap anak-anak mereka yang masih labil
psikologinya nyaris tidak ada.
Para
ahli antropologi barat juga memiliki andil mendorong keruntuhan lembaga
keluarga dengan mengajarkan teori-tori spekulatip yang menyimpang dari hubungan
manusia, seperti patriarki, poliandri dan lain sebagainya sehingga menjadikan
lembaga keluarga semakin terpuruk dari eksistensinya.
Di
seluruh dunia barat dan komunis, lembaga keluarga telah mengalami perubahan
radikal yang tidak bisa dipisahkan dari kemerosotan umum masyarakat. Ia
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kemerosotan moral, kendornya ikatan sosial,
dan terputusnya tradisi dari generasi-generasi lampau. Terlepas dari mana yang
menjadi sebab dan mana akibat, antara peradaban dan lembaga keluarga merupakan
dua sisi yang tidak bisa dipisahkan yang saling mempengaruhi bagi kemajuan dan
kemunduran suatu masyarakat.
Dunia
islam dan bagian dunia ketiga lainnya, selama mereka masih melestarikan
identitas mereka dari gerogotan budaya dan ideologi-ideologi barat, mereka akan
tetap selamat dari kemerosotan dan kemunduran masyarakatnya karena berawal dari
keluarga keperibadian masyarakat akan dibentuk dan dididik. Keluarga islam
memiliki peluang lebih besar untuk tetap lestari karena ditopang oleh
hukum-hukum islam yang mengatur, terlebih lagi dengan adanya determinasi islam
yang semakin mengeratkan hubungan umat yang lebih dari sekedar hubungan
keturunan dan keluarga yaitu tauhid atau ketauhidan dalam diri mereka.
2. Keluarga Sebagai Unit Membentuk Masyarakat
Dalam
kenyataannya manusia diciptakan Allah SWT. terdiri dari empat peringkat, yaitu
diri sendiri, keluarga, suku, bangsa atau ras dan ummah universal. Dari keempat peringkat ini
tentu peringkat ummah-lah yang lebih memiliki jangkauan yang lebih luas dari
pada peringkat yang lain karena pada pringkat ummah universal hubungan mereka dihubungkan
dengan ikatan ideologi dan agama sehingga hubungannya lebih manusiawi dan
memanusiakan manusia selayaknya, namun semuanya itu berawal dari keluarga
dimana keluarga adalah awal perkembangan dan pereadaban manusia.
Pembentukan
keluarga yang ditandai dengan pernikahan dan perkawinan tidak hanya sebagai
tempat melampiaskan hasrat sek manusia semata, tapi keluarga merupakan suatu
wadah tempat membangun keharmonisan, kasih sayang, saling pengertian,
melahirkan keturunan dan saling mengajar dan mendidik. Hal-hal tersebut
merupakan kewajiban tiap-tiap angota keluarga. Pendeknya, keluarga merupakan
satu lembaga yang diatur Allah SWT. sebagai sarana untuk
pemenuhan/perealisasian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan-Nya. Dan tauhid pun tidak akan pernah ada tanpa
pemenuhan tujuan tersebut. Tauhid ada bertujuan untuk mengaktualisasikan dan
mengarahkan metoda dan materi-materi yang ada dalam keluarga dan
hubungan-hubungan yang dilahirkan didalamnya.
3. Masalah-Masalah Kontemporer
a. Kesamaan Derajat
Tidak
perlu diragukan lagi bahwa Allah SWT. telah menciptakan laki-laki dan perempuan
sederajat dalam hak-hak keagamaan, etika dan sipil, serta tugas-tugas dan
kewajiban-kewajiban mereka. Dalam
al-Qur’an, Allah telah banyak menyinggung persamaan tersebut, seperti dalam QS.
3: 195, 9:71-72 dan 16:97 menyatakan akan kesamaan derajat dalam hal keagamaan
dan etis. Kesederajatan dalam sipil dinyatakan dalam QS. 60:12, 5:38, 24:2 dan
24:2. Akan tetapi ada sedikit pengecualian, dan ini berkaitan dengan
fungsi-fungsi mereka sebagai ayah dan ibu.
Mengenai tuduhan bahwa islam mendukung
ketidaksamaan derajat berdasarkan ayat QS. 4:34, tudahan ini tidak dapat dipertanggung
jawabkan karena ayat tersebut berkaitan dengan hubugan dalam berumah tangga
saja dan mereka tidak melihat kelanjutan ayat setelahnya yang memperjelas
ketentuan syarat-syarat penerapan bagian ayat sebelumnya, yang kesemuanya
berkaitan dengan hubungan berumah tangga. Orang-orang yang menuduh islam tidak
adil dalam hal persamaan sering menafsirkan al-Qur’an sepotong-potong, mereka
tidak melihat konteks ayat sebelum atau sesudahnya sehingga mereka tidak
mendapatkan makna yang sempurna dari ayat tersebut. Oleh karena itu memahami
al-Qur’an harus dilakukan secara menyeluruh dan dibantu oleh penafsiran para
ahli tafsir muslim yang selamat.
b. Perbedaan Peran
Islam menganggap laki-laki dan perempuan
diciptakan untuk fungsi-fungsi yang berbeda-beda dengan tujuan untuk saling
melengkapi. Perempuan berfungsi sebagai ibu untuk mengatur rumah tangga dan
pengasuh anak dan laki-laki sebagai ayah sebagai pelindung dan pencari nafkah. Perbedaan yang telah diatur
sedemikian rupa ini membuntuhkan kekuatan fisik, psikis dan emosional yang
telah dianugrahkan kepada laki-laki dan perempuan menurut kodratnya. Perbedaan
peranan sama sekali bukkanlah diskriminasi dan segregasi. Keduan peran tersebut
sama-sama tunduk kepada norma-norma agama dan etika; dan keduanya membutuhkan
kecerdasan, bakat, energy dan usaha yang sungguh-sungguh dari kedua jenis
kelamin. Perbedaan fungsi dibidang masing-masing ini bertujuan untuk saling
melengkapi dan menutupi dari kekurangan yang terdapat pada keduanya. Perbedaan
tersebut bisa saja berubah dalam kondisi-kondisi tertentu yang mendesaknya
untuk berubah dan dibenarkan oleh norma-norma agama.
c. Busana Muslimat
Dalam
islam, Allah SWT. sama sekali tidak memerintahkan untuk mengurung wanita
dibalik busana muslimah mereka dan berada dirumah sepanjang waktu. Buktinya banyak dalam al-Qur’an yang menyatakan
hak-hak wanita untuk berperan dalam kehidupan umum, pemerintahan dan bahkan dalam peperangan seperti
terdapat dalam QS. 9:71-72, 60:12 dan 3:195. Tujuan pensyari’atan wanita
menggunakan pakaian yang lebih tertutup (QS. 24:30-31) dari pada laki-laki
lebih kepada upaya pencegahan pembukaan diri yang akan menuntun kepada
Imoralitas dan perzinaan yang keji bukan pengekangan wanita dari kehidupan
luar.
d. Perkawinan dan Perceraian
Menurut fitrah manusia, laki-laki dan perempuan
dituntut untuk memenuhi hasrat sek yang ada dalam diri mereka dengan menikah.
Tututan akan mas kawin yang tinggi dan lain sebagainya tidak boleh dijadikan
penghalang untuk menikah antara keduanya. Pernikahan dan perkawinan yang
diperintahkan tersebut untuk mencegah manusia melampiaskan hasrat seknya tidak
pada tempatnya sehingga menjadikan manusia sama seperti binatang. Sedangkan
perceraian yang disyari’atkan islam adalah ketika hubungan pernikahan itu tidak
bisa dipertahankan lagi setelah melakukan berbagai upaya untuk menjaganya
supaya tetap utuh. Hal ini pun tetap memiliki ketentuan-ketentuan dan
syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum dan setelah perceraian itu terjadi
diantara kedua belah pihak sesuai dengan aturan-aturan islam.
e. Keluarga Besar
Allah SWT. telah menetapkan keluarga dalam
bentuknya yang luas. Syari’ah islam telah mengaturnya siapa angora-anggota
keluarga yang wajib dinafkahi dan mendapatkan harta warisa diantara mereka.
Secara umum, setiap kerabat adalah tanggungan, betapapun jauhnya hubungan
kekerabatannya, asal dia dalam keadaan kekurangan dan tidak mampu maka dia wajib
mendapatkan perhatian yang lebih.
Memang, keluarga muslim secara pertalian darah
terbatas pada garis keturunan atau nasab, namun secara ideology dan agama,
keluarga besar adalah semua orang yang memiliki keyakinan dan agama yang sama
dengan kita, sehingga setiap orang berkewajiban untuk berkorban dan saling
membantu untuk orang lain dengan suka rela atas dasar saling cinta mencintai
diantara sesama.
f. Wanita Karir dan Pelaksana Islam
Begitu
banyak wanita muslim silau dengan wanita-wanita barat dalam mengejar karir
untuk mencapai kemandirian ekonomi dan kebebasan pribadi, kemudian melupakan
syari’at agama yang lebih mapan untuk diikuti.
Persepsi
wanita karir dimasyarakat Muslim umum perlu diluruskan dan dibenarkan karena
wanita karir anggapan mereka adalah ketika seorang wanita bisa bekerja bebas
diluar rumah sesuai keinginannya, sementara seorang ibu yang bekerja banting
tulang mendidik dan mengayomi anaknya tidak dikatakan wanita karir. Justru kerja ibu rumah tangga lebih membutuhkan
skill dan keterampilan yang professional dari pada wanita yang sekedar
mengikuti hawa nafsunya diluar rumah. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada
bagian-bagian sebelumnya bahwa seorang ibu tidak hanya bertumpu pada aktivitas
memasak, mencuci pakaian dan mendidik anak saja, tapi ia pun bisa terjun kemasyarakat
umum apabila dibutuhkan tanpa meninggalkan fungsi pokoknya sebagai ibu rumah
tangga yang mengayomi dan mendidik putra putri mereka.
Disamping itu, setiap wanita sebagaimana juga
setiap laki-laki memeiliki kewajiban untuk mengabdi kepada Allah SWT. dan
memberi manfaat kepada sesama, sesuai dengan bakat dan kemampuan yang
dimilikinya. Kewajiban ini dituntut bukan atas dasar perbedaan masing-masing
tetapi lebih kepada ketundukan dan penghambaan manusia kepada sang pencipta
yang telah menganugrahkan segalanya sehingga manusia tidak perlu banyak
mengeluh dan mempertanyakan ketentuan tersebut karena semuanya sudah diatur
dari sebelum manusia diciptakan.
C. Penutup
Apapun yang telah disyari’atkan Allah SWT. dalam
islam bagi manusia untuk dilaksanakan dan dijauhi merupakan untuk kepentingan
dan kemaslahatan manusia sendiri. Tentunya Allah SWT. lebih mengetahui dan
memahami akan kebutuhan mahluk yang diciptakannya sehingga tidak mungkin
manusia akan dijerumuskan kedalam lembah kehinaan dan kesengsaraan. Justru
manusia yang tidak mematuhi aturan-aturan tersebut akan menggiring dirinya
menuju kehinaan dan kesengsaraan yang akan dirasakan di dunia dan akhirat
sebagaimana yang telah dijanjikan Allah SWT. dan dijelaskan dalam al-Qur’an dan
hadits Nabi-Nya.
* Resume dari buku Tauhid karya Isma’il
Raji Al-Faruqi, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1988), hal. 136-146.
Thanks infonya. Oiya ngomongin keluarga, ternyata ada loh beberapa cara yang bisa dilakukan agar keluarga sukses dalam hal keuangan. Mau tau caranya? Yuk cek di sini: Tips agar keluarga sukses finansial
BalasHapus