Omar Series |
A. Pendahuluan
Islam
yang dibawa Nabi Muhammad SAW. adalah
salah satu agama samawi yang paling banyak memiliki pengaruh mengubah wajah
dunia. Islam selain sebuah agama sekaligus juga peradaban yang menjadi tuntunan
manusia menuju perbaikan. Sumbangan islam dalam segala aspek kehidupan terlihat
jelas dari kemajuan yang dialami manusia sejak pertama kali islam muncul sampai
saat ini.
Perlu
diingat kembali bahwa perkembangan islam tidak terlepas dari peran para sahabat
Nabi Muhammad SAW khususnya Khulafa al-Rasyidin setelah Beliau wafat. Mereka
memiliki sumbangsih yang banyak terhadap penyebaran dan pengembangan
peradabanislam keseluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, dalam penulisan ini
penulis akan memaparkan sejarah dan peradaban yang dicapai oleh Khulafa
al-Rasyidin dalam perjalanan sejarah islam.
B. Pembahasan
Khalifah
adalah gelar yang diberikan untuk seorang pemimpin umat Islam setelah wafatnya
Nabi Muhammad SAW. Kata "Khalifah" sendiri dapat diterjemahkan
sebagai ‘pengganti’ atau ‘perwakilan’.[1]
Dalam Al-Qur'an, manusia secara umum merupakan khalifah Allah di muka bumi
untuk menjaga dan memberdayakan bumi beserta semua isinya. Sedangkan khalifah
secara khusus maksudnya adalah pengganti Nabi Muhammad saw sebagai Imam bagiumatnya,
dan secara kondisional juga menggantikannya sebagai penguasa sebuah edentitas
kedaulatan Islam (negara). Sebagaimana diketahui bahwa Muhammad saw selain
sebagai Nabi dan Rasul juga sebagai Imam, Penguasa, Panglima Perang, dan lain
sebagainya.[2]
Adapun
yang dimaksud dengan Khulafaur Rasyidin adalah para pemimpin pengganti Rasulullah
dalam mengatur kehidupan umat manusia yang adil, bijaksana, cerdik, selalu
melaksanakan tugas dengan benar dan selalu mendapat petunjuk dari Alloh.Tugas
Khulafaur Rasyidin adalah menggantikan kepemimpinan Rosulullah dalam mengatur
kehidupan kaum muslimin.Jika tugas Rasulullah terdiri dari dua hal yaitu tugas
kenabian dan tugas kenegaraan.Maka Khulafaur Rasyidin bertugas menggantikan
kepemimpinan Rasulullah dalam masalah kenegaraan yaitu sebagai kepala Negara
atau kepala pemerintahan dan pembimbing umat.Adapun tugas ke-rasulan tidak
dapat digantikan oleh Khulafaur Rasyidin karena Rasulullah adalah Nabi dan
Rosul yang terakhir, setelah Beliau tidak ada lagi Nabi dan Rasul lagi.
Tugas
Khulafaur Rasyidin sebagai kepala Negara adalah mengatur kehidupan rakyatnya
agar tercipta kehidupan yang damai, adil, makmur, aman, dan sentosa.Sedangkan
sebagai pemimpin agama KhulafaurRasyidin bertugas mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan masalah keagamaan.Bila terjadi perselisihan pendapat maka
kholifah yang berhak mengambil keputusan.Meskipun demikian Khulafaur Rasyidin
dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan musyawarah bersama, sehingga
setiap kebijakan yang diambil tidak bertentangan dengan kaum muslimin.
Khulafaur
Rasyidin merupakan pemimpin umat Islam dari kalangan sahabat pasca Nabi
wafat.Mereka merupakan pemimpin yang dipilih langsung oleh para sahabat melalui
mekanisme yang demokratis. Siapa yang terpilih, maka sahabat yang lain
memberikan baiat (sumpah setia) pada
calon yang terpilih tersebut. Ada dua cara dalam pemilihan khalifah ini , yaitu
: pertama, secara musyawarah oleh para sahabat Nabi. Kedua, berdasarkan atas
penunjukan khalifah sebelumnya.[3]Berikut
ini empat sahabat yang terpilih menjadi khalifah setelah Rasulullah SAW.wafat:
1. Kepemimpinan
Abu Bakar As Shiddiq (11-13 H. / 632-634 M.)[4]
Abu
Bakar Al-Shiddiq (nama lengkapnya Abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amr bin Masud
bin Thaim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taimi
Al-Quraisy). Silsilanya dengan Nabi bertemu pada Murrah bin Ka’ab. Abu Bakar
dilhirkan pada tahun 573 M. Dia dilahirka dilingkungan suku yang sangat
berpengaruh dan suku yang banyak melahirkan tokoh-tkoh besar. Ayahnya bernama
Utsman (Abu Quhafah) bin Amir bin Amr
bin Ka’ab bin Sa’ad bin Laymbin Mun’ah bin Ka’ab bin Lu’ay, berasal dari suku
Quraisy,sedangkan ibunya bernama Ummu al Khair Salmah binti Sahr bin Ka’ab bin
Sa’ad bin Taym bin Murrah.Garis keturunannya bertemu pada neneknya, yaitu Ka’ab
bin Sa’ad.[5]
Abu
Bakar merupakan orang yang pertama kali masuk islam ketika islam mulai
didakwakan. Baginya tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang dibawa oleh
Muhammad SAW. Dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal keagungan Muhammad. Setelah masuk islam, ia tidak segan
untuk menumpahkan segenap jiwa dan harta bendanya untuk Islam. Tercatat dalam
sejarah, dia pernah membela Nabi ketika Nabi disakiti oleh suku
Quraisy,menemani Rasul Hijrah, membantu kaum yang lemah dan memerdekakannya.[6]
Tentang
kepribadiannya, Abu Bakar terkenal sebagai orang yang berakhlak mulia, jujur,
cerdas, cakap,kuat kemauan dan pemberani serta beliau terkenal rendah hati , pemaaf
dan dermawan.
Pada
awal perkembangan islam , orang laki-laki yang pertama yang masuk islam adalah
Abu Bakar. Hartanya banyak dikorbankan untuk kepentingan dakwah islam.
Kesetiaan Abu Bakar terhadap islam dan Rosulullah tidak diragukan lagi. Oleh
karena itu , Rosulullah memilih Abu Bakar menjadi sahabat perjalanan hijrah ke
Yastrib.[7]
Selain itu ia juga pernah ditunjuk Rasulullah
sebagai penggantinya untuk mengimami shalat ketika Nabi sakit.[8]
a. Pencapaian Abu Bakkar Al-Shiddiq
Pada awal kepemimpinan Abu Bakkar, berbagai macam kendala
yang dihadapinya dan harus diselesaikan, sekaligus sebagai tantangan di awal
kepemimpinannya, diantaranya adalah:
1) Penyelesaian Kaum Riddat dan Nabi Palsu
Khalifah
Abu bakar yang begitu singkat sangat disibukan dengan peperangan.Dalam
pertepuran itu tidak hanya melawan musuh-musuh Islam dari luar, tetapi dari
dalam. Hal n terjadi karena ada sekelompok orang yang memancangkan panji
pemberontakan terhadap Negara islam di madinah dan meninggalkan islam setelah
Rosulullah wafat.
Gerakan
riddah bermula menjelan Nabi Muhammad jatuh sakit.Ketika tersiar berita beliau,
maka gerakan berbelok agama itu meluas di wilayah bagian tengah, timur, selatan
sampai Madinah dan Makkah, tempat itu sudah di kepung ketika Abu Bakar menjadi
sebagi khalifah.
Gerakan
riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya Nabi,guna
menyayangi Nabi Muhammad SAW, yaitu MusailamahThuia,Aswad Al-Insah. Para Nabi
palsu tersebut pada umumnya menarik hati para orang islam dengan membebaskan prinsip-prinsip
moralis dan upacara keagamaan seperti membolehkan minuman-minuman keras,
berjudi. Mengurangi Sholat lima waktu menjadi tiga, puasa Rhamadan di hapus,
mengubah pembayaran zakat yang wajib menjadi sukarela dan meniadakan batasan
dalam perkawinan.
Gerakan
Nabi palsu itu berusaha mengusai dan mempengaruhi masyarakat islam dengan
menggerakkan pasukan untuk masuk ke daerah-daerah dan mereka semakin gencar
melaksanakan misinya. Akan tetapi, Kholifah Abu Bakar tidak tinggal diam,
beliau berusaha untuk memadamkan gerakan kaum riddah.Dengan sikap Kholifah Abu
Bakar membentuk sebelas pasukan dan menyerahkan Al-liwa,(panji pasukan) kepada
masing-masing pasukan. Untuk menumpas hal tersebut Ia membentuk sebelas pasukan
masing-masing dipimpin oleh panglima perang yang tangguh seperti Khalid bin
Walid,Amr bin Ash, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Surabil bin Basanah. Dalam waktu
singkat.Seluruh kekacauan dan pemberontakan.yang terjadi dalam Negeri dapat
ditumpas dengan sukses.
b. Realitas ketika kepemimpinan Abu Bakar As-Shidiq:
1) Peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah
Sejarah
mengatakan bahwa, Rasulullah ketika wafat pada tahun 11 H, tidak meninggalkan
wasiat orang yang akan menggatikannya. Oleh karena itu para sahib segerah
bermusyawarah di suatu tempat yaitu tsaqifah bani saidah guna memili pengganti
Rosulullah untuk memimpin umat islam. Dalam pertemuan itu mereka mengalami
kesulitan bahkan hampir terja perpecahan di antara golongan, karena
masing-masing golongan mengajukan colon pemimpimn dari golongannya
sendiri-sendiri. Pihak dari ansor mencalonkan sa’ad bin Ubaidah, sedangkan
pihak lain menghendaki Ali bin Abi Tholib sebagai penganti beliau. Peristiwa
itu diketahui umar, kemudian ia pergi ke kediaman Nabi dan mengutus seorang
untuk menemani Abu Bakar. Kemudian ia berangkat dan dalam perjalanan ia bertemu
dengan Ubaidah bin Jarrah. Setibannya dibalai Bani Sa’ad, ia mendapat dua
golongan besar kaum Anshar dan Muhajirin sedang bersitegang.
2) Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar
Pergantian
Abu Bakar sebagai kholifah sebagaimana dijelaskan pada peristiwa tsaqifah bani
sayyidah, merupakan bukti bahwa kholifah menjadi kholifah bukan masa
kehendaknya sendiri, tetapi hasil musyawarah mufakat ummat Islam.Maka mulailah
beliau menjalankan kekholifahannya, baik sebagai pemimpin ummat maupun sebagai
pemimipin pemerintahan.
Adapun
sistem politik islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral” jadi kekuasaan
legeslatif, eksekutif, dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun
sedemikian dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para
sahabat untuk bermusyawarah. Karena sistem musyawarah yang dijalankan Abu Bakar
dalam pemerintahannya, itu makin memperkuat persatuan itu . Karena rasa tangung
jawab yang begitu tinggi dalam diri Abu Bakar juga, maka setipap tindakan yang
akan dilakukanya ia musyawarahkan terlebih dulu dan beristikhoroh kapada Allah.
Jika Allah telah memberikan pilihannya maka barulah Ia bertindak.
3) Mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin
Zaid,
untuk
memerangi kaum Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika Beliu
masih hidup. Sebenarny dikalangan para sahabat termasuk Umar bin Khottob banyak
yang tidak setuju dengan kebijaksanaan kholifah ini. Alasan mereka, karena
dalam negeri sendiri paada saat itu timbul gejala kemunafikaqn dan kemurtadan
yang merambah untuk menghancurkan islam dari dalam. Tapi Abu bakar tetap
mengirim pasukaqn usamah un tuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal itu
merupakan perintah Nabi SAW.
4) Amanat Baitul Mal
Para
sahabat Nabi, beranggap bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan masyarakat
kaum muslimin.Karena itu mereka tidak mengijingkan pemasukan sesuatu kedalamnya
dan pengeluaran pada sesuatu darinya. Yang berlawanan dengan apa yamg telah
ditetapkan oleh syari;at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang
menggunakan baitul mal untuk mencapai tujuan pribadi.
5) Kekuasaan Undang-Undang
Abu
Bakar tdak pernah menempatkan diri beliau di atas undang-undang.Beliau juga
tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari
undang-undang. Dan mereka itu dihadapkan undang-undang adalah sama seperti
rakyat yang lain, baik kaum Muslimn maupun non Muslim.[9]
2. Kepemimpinan Umar bin Kattab (13-23 H / 634-644
M)[10]
a. Nasab Umar bin Khattab
Dilahirkan
12 tahun setelah kelahiran Rasulullah saw. Ayahnya bernama Khattab dan ibunya
bernama Khatmah.Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan otot-otot yang
menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot yang lebat dan berwajah tampan, serta
warna kulitnya coklat kemerah-merahan.
Beliau
dibesarkan di dalam lingkungan Bani Adi, salah satu kaum dari suku Quraisy.
Beliau merupakan khalifah kedua didalam
islam setelah Abu Bakar As Siddiq.
Nasabnya
adalah .Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin
Qarth bin Razah bin 'Adiy bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib. Nasab beliau bertemu
dengan nasab Nabi pada kakeknya Ka'ab.Antara beliau dengan Nabi selisih 8
kakek.lbu beliau bernama Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah al-Makhzumiyah.
Rasulullah memberi beliau "kun-yah" Abu Hafsh (bapak Hafsh) karena
Hafshah adalah anaknya yang paling tua dan memberi "laqab" (julukan)
Al Faruq.[11]
b. Kepemerintahan Umar bin Khattab
Keislaman
beliau telah memberikan andil besar bagi perkembangan dan kejayaan Islam.Beliau
adalah pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan
urusan kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan ketauhidan dan keimanan,
merobohkan kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid'ah.
Beliau adalah orang yang paling baik dan paling berilmu tentang al-Kitab dan
as-Sunnah setelah Abu Bakar As Siddiq.
Kepemimpinan
Umar bin Khattab tak seorangpun yang dapat meragukannya. Seorang tokoh besar
setelah Rasulullah SAW dan Abu Bakar As Siddiq. Pada masa kepemimpinannya
kekuasaan islam bertambah luas. Beliau berhasil menaklukkan Persia, Mesir,
Syam, Irak, Burqah, Tripoli bagian barat, Azerbaijan, Jurjan, Basrah, Kufah dan
Kairo.
Dalam
masa kepemimpinan sepuluh tahun Umar bin Khattab itulah, penaklukan-penaklukan
penting dilakukan Islam. Tak lama sesudah Umar bin Khattab memegang tampuk
kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Islam menduduki Suriah dan Palestina, yang
kala itu menjadi bagian Kekaisaran Byzantium. Dalam pertempuran Yarmuk (636),
pasukan Islam berhasil memukul habis kekuatan Byzantium.Damaskus jatuh pada
tahun itu juga, dan Darussalam menyerah dua tahun kemudian.Menjelang tahun 641,
pasukan Islam telah menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang
maju ke daerah yang kini bernama Turki. Tahun 639, pasukan Islam menyerbu Mesir
yang juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun,
penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna.
Penyerangan
Islam terhadap Irak yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia
telah mulai bahkan sebelum Umar bin Khattab naik jadi khalifah. Kunci
kemenangan Islam terletak pada pertempuran Qadisiya tahun 637, terjadi di masa
kekhalifahan Umar bin Khattab. Menjelang tahun 641, seseluruh Irak sudah berada
di bawah pengawasan Islam.Dan bukan hanya itu, pasukan Islam bahkan menyerbu
langsung Persia dan dalam pertempuran Nehavend (642), mereka secara menentukan
mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia. Menjelang wafatnya Umar bin Khattab
di tahun 644, sebagian besar daerah barat Iran sudah terkuasai sepenuhnya.
Gerakan ini tidak berhenti tatkala Umar bin Khattab wafat. Di bagian timur
mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus
dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.
Selain
pemberani, Umar bin Khattab juga seorang yang cerdas. Dalam masalah ilmu
diriwayatkan oleh Al Hakim dan Thabrani dari Ibnu Mas’ud berkata, ”Seandainya
ilmu Umar bin Khattab diletakkan pada tepi timbangan yang satu dan ilmu seluruh
penghuni bumi diletakkan pada tepi timbangan yang lain, niscaya ilmu Umar bin
Khattab lebih berat dibandingkan ilmu mereka. Mayoritas sahabatpun berpendapat
bahwa Umar bin Khattab menguasai 9 dari 10 ilmu. Dengan kecerdasannya beliau
menelurkan konsep-konsep baru, seperti menghimpun Al Qur’an dalam bentuk
mushaf, menetapkan tahun hijriyah sebagai kalender umat Islam, membentuk kas
negara (Baitul Maal), menyatukan orang-orang yang melakukan sholat sunah
tarawih dengan satu imam, menciptakan lembaga peradilan, membentuk lembaga
perkantoran, membangun balai pengobatan, membangun tempat penginapan,
memanfaatkan kapal laut untuk perdagangan, menetapkan hukuman cambuk bagi
peminum "khamr" (minuman keras) sebanyak 80 kali cambuk, mencetak
mata uang dirham, audit bagi para pejabat serta pegawai dan juga konsep yang
lainnya.
Namun
dengan begitu beliau tidaklah menjadi congkak dan tinggi hati.Justru beliau
seorang pemimpin yang zuhud lagi wara’.Beliau berusaha untuk mengetahui dan
memenuhi kebutuhan rakyatnya. Dalam satu riwayat Qatadah berkata, ”Pada suatu
hari Umar bin Khattab memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang
sebagiannnya dipenuhi dengan tambalan dari kulit, padahal waktu itu beliau
adalah seorang khalifah, sambil memikul jagung ia lantas berjalan mendatangi
pasar untuk menjamu orang-orang.” Abdullah, puteranya berkata, ”Umar bin
Khattab berkata, ”Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai
Eufrat, maka umar merasa takut diminta pertanggung jawaban oleh Allah SWT.”
Beliaulah
yang lebih dahulu lapar dan yang paling terakhir kenyang, Beliau berjanji tidak
akan makan minyak samin dan daging hingga seluruh kaum muslimin kenyang
memakannya.[12]
Tidak
diragukan lagi, khalifah Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin yang arif,
bijaksana dan adil dalam mengendalikan roda pemerintahan. Bahkan ia rela
keluarganya hidup dalam serba kekurangan demi menjaga kepercayaan masyarakat
kepadanya tentang pengelolaan kekayaan negara. Bahkan Umar bin Khattab sering
terlambat salat Jum'at hanya menunggu bajunya kering, karena dia hanya
mempunyai dua baju.
Kebijaksanaan
dan keadilan Umar bin Khattab ini dilandasi oleh kekuatirannya terhadap rasa
tanggung jawabnya kepada Allah SWT. Sehingga jauh-jauh hari Umar bin Khattab
sudah mempersiapkan penggantinya jika kelak dia wafat. Sebelum wafat, Umar
berwasiat agar urusan khilafah dan pimpinan pemerintahan, dimusyawarahkan oleh
enam orang yang telah mendapat ridha Nabi SAW. Mereka adalah Utsman bin Affan,
Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidilah, Zubair binl Awwam, Sa'ad bin Abi
Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf. Umar menolak menetapkan salah seorang dari
mereka, dengan berkata, aku tidak mau bertanggung jawab selagi hidup sesudah
mati. Kalau AIlah menghendaki kebaikan bagi kalian, maka Allah akan
melahirkannya atas kebaikan mereka (keenam orang itu) sebagaimana telah
ditimbulkan kebaikan bagi kamu oleh Nabimu.
c. Wafatnya Umar bin Khattab
Pada
hari Rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H Umar Bin Kattab wafat, Beliau ditikam
ketika sedang melakukan Shalat Subuh oleh seorang Majusi yang bernama Abu
Lu’luah, budak milik al-Mughirah bin Syu’bah diduga ia mendapat perintah dari
kalangan Majusi. Umar bin Khattab dimakamkan di samping Nabi saw dan Abu Bakar
as Siddiq, beliau wafat dalam usia 63 tahun.[13]
3. Kepemimpinan Khalifah Utsman Bin Affan (24-36 H /
644-656 M)[14]
a. Nasab
Utsman
bin Affan dilahirkan pada tahun 573 M pada sebuah keluarga dari suku Quraisy
bani Umayah. Nenek moyangnya bersatu dengan nasab Nabi Muhammad saw. pada
generasi ke-5. Sebelum masuk islam ia dipanggil degan sebutan Abu Amr. Ia
begelar Dzunnurain, karena menikahi dua putri Nabi saw. (menjadi khalifah
644-655 M) adalah khalifah ke-3 dalam sejarah Islam. Umar bin Khattab tidak
dapat memutuskan bagaimana cara terbaik menentukan khalifah penggantinya.
Segera setelah peristiwa penikaman dirinya oleh Fairuz, seorang majusi persia,
Umar mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana dilakukan
Rasulullah. Namun Umar juga berpikir untuk meninggalkan wasiat seperti
dilakukan Abu Bakar.Sebagai jalan keluar, Umar menunjuk enam orang Sahabat
sebagai Dewan Formatur yang bertugas memilih Khalifah baru. Keenam Orang itu
adalah Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair
bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
b. kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan
Pemerintahan
Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya
muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam
terhadapnya.Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar.
Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang
yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah
dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum
muslimin yang baru masa keislamannya.Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman
dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil
dihasut oleh Abdullah bin Saba’ itu.
Salah
satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap
kepemimpinan Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan
tinggi.Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibn Hakam Rahimahullah.Dialah
pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan
pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar Khalifah.Setelah banyak
anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman laksana
boneka di hadapan kerabatnya itu.Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu
lemah terhadap keluarganya.Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan
bawahan.Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol
oleh Utsman sendiri. Itu semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin
Saba’, meskipun Utsman tercatat paling berjasa membangun bendungan untuk
menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia
juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas
masjid Nabi di Madinah.
Para
pemberontak terus mengepung rumah Utsman. Ali memerintahkan ketiga puteranya,
Hasan, Husain dan Muhammad bin Ali al-Hanafiyah mengawal Utsman dan mencegah
para pemberontak memasuki rumah. Namun kekuatan yang sangat besar dari
pemberontak akhirnya berhasil menerobos masuk dan membunuh Khalifah Utsman.
Setelah
Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai
khalifah.Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia
menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam
pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil.Setelah menduduki jabatan khalifah,
Ali menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh Utsman.Dia yakin bahwa
pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka.Dia juga menarik
kembali tanah yang dihadiahkan Utsmankepada penduduk dengan menyerahkan hasil
pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak
tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar.
Tidak
lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair
dan Aisyah.Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan
mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara
zhalim.Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat
kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan
perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak.Akhirnya, pertempuran
yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta),
karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan
lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim
kembali ke Madinah.
Bersamaan
dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya
perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah, yang didukung oleh
sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan.Setelah
berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari
Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara.Pasukannya bertemu dengan
pasukan Mu'awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan
nama Perang Shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim
ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan
ketiga, kaum Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di
ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga
kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’
al-yahudu) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan al-Khawarij (orang-orang
yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali.Munculnya
kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi
Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh
oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.[15]
c. Usaha-usaha yang dicapai Utsman Bin Affan:
1) Perluasan Wilayah Islam
Seperti
yang telah dikemukakan diatas bahwasanya Utsman harus bekerja lebih keras lagi
dalam mempertahankan dan melanjutkan perjuangan panji Islam sebab berbagai
ancaman dan rintangan akan semakin berat untuknya mengingat pada masa
sebelumnya telah tersiar tanda-tanda adanya negeri yang pernah ditaklukkan oleh
Islam hendak berbalik memberontak padanya. Namun demikian, meski disana-sini
banyak kesulitan beliau sanggup meredakan dan menumpas segala pembangkangan mereka,
bahkan pada masa ini Islam berhasil tersebar hampir ke seluruh belahan dunia
mulai dari Anatolia, dan Asia kecil, Afganistan, Samarkand, Tashkent,
Turkmenistan, Khurasan dan Thabrani Timur hingga Timur Laut seperti Libya,
Aljazair, Tunisia, Maroko dan Ethiopia. Maka Islam lebih luas wilayahnya jika
dibandingkan dengan Imperium sebelumnya yakni Romawi dan Persia karena Islam
telah menguasai hampir sebagian besar daratan Asia dan Afrika.
2) Pembentukan Armada Laut Islam Pertama
Ide
atau gagasan untuk membuat sebuah armada laut Islam sebenarnya telah ada sejak
masa kekhalifahan Umar Ibn khattab namun beliau menolaknya lantaran khawatir
akan membebani kaum muslimin pada saat itu. Setelah kekhalifahan berpindah
tangan pada Utsman maka gagasan itu diangkat kembali kepermukaan dan berhasil
menjadi kesepakatan bahwa kaum muslimin memang harus ada yang mengarungi lautan
meskipn sang khalifah mengajukan syarat untuk tidak memaksa seorangpun kecuali
dengan sukarela. Berkat armada laut ini wilayah Islam bertambah luas setelah
menaklukkan pulau Cyprus meski harus melewati peperangan yang melelahkan.
3) Kodifikasi Al-Qur’an
Masa
penyusunan Al-qur’an memang telah ada pada masa Khalifah Abu Bakar atas usulan
Umar Bin Khaththab yang kemudian disimpan ditangan istri Nabi Hafsah binti
Umar.Berdasar pertimbangan bahwa banyak dari para penghafal Al-Qur’an yang
gugur usai peperangan Yamamah.Kini setelah Ustman memegang tonggak kepemimpinan
dan bertambah luas pula wilayah kekuasaan Islam maka banyak ditemukan perbedaan
lahjah dan bacaan terhadap Al-Qur’an.Inilah yang mendorong beliau untuk
menyusun kembali Al-Qur’an yang ada pada Hafsah dan menyeragamkannya kedalam
bahasa Quraisy agar tidak terjadi perselisihan antara umat dikemudian hari.
Seperti halnya kitab suci umat lain yang selalu berbeda antar sekte yang satu
dengan yang lainnya.[16]
d. Akhir Masa Kepemimpinan Ustman Bin Affan
Satu
dekade pertama kepemimpinan Ustman adalah masa yang dipenuhi dengan prestasi
penting dan kesejahteraan ekonomi yang tiada duanya, terkecuali pada dua tahun
terakhir yang berbanding terbalik dengan sebelumnya kondisi serba sulit akibat
merebaknya fitnah dan kedengkian musuh-musuh Islam yang diarahkan padanya
sehingga beliau syahid dengan amat tragis pada jum’at sore 18 Dzulhijjah 35 H
ditangan pemberontak Islam.
4. Kepemimpinan Ali Bin Abi Thalib (36-41 H / 656-651)[17]
a. Nasab Ali ibn Abi Thalib
Nama
lengkapnya adalah Abu Hasan Ali ibn Abi Thalib ibn Abdul Muththalib al-Hasyimi
al-Qurasyi. Sewaktu lahir beliau bernama Haydar (al-Hayadarah) oleh ibunya yang
bernama Fatimah binti As’ad, namun kemudian diganti oleh ayahnya yang bernama
Abu Thalib ibn Abd Muththalib dengan nama Ali. Beliau juga gelar Abu Thurab (Si
Bapak debu-tanah) oleh nabi karena pernah dijumpai tidur diatas tanah.
Saudara
sepupu dan putra angkat nabi ini lahir di dalam Ka’bah pada 600 M., tahun 23
sebelum hijrah. Beliau tergolong generasi pertama yang memeluk islam setelah
Khadijah binti Khuwailid, sesaat setelah al-Qur’an memerintahkan nabi untuk
memberi peringatan kepada kerabat-kerabatnya.
Sejak
memeluk islam, beliau selalu bersama dengan rasulullah saw. Taat kepadanya dan
banyak menyaksikan proses turunnya wahyu. Sebagai anak asuh yang dibesarkan di
rumah nabi. Sejak kecilnya beliau sangat disayangi sehingga tatkala tiba usia
dewasa, beliau dinikahkan dengan putri nabi yang bernama Fatimah.[18]
Ali
dikenal sangat zahid dalam kehidupan sehari-hari.Tidak tampak perbedaan dalam
kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat sebagai
khalifah.Kehidupan sederhana itu bukan hanya diterapkan pada dirinya, melainkan
juga kepada putra-putrinya.
Ali
adalah sahabat yang sangat disegani karena kepiawaiannya dalam banyak macam
ilmu pengetahuan, baik soal hukum, rahasia ketuhanan maupun segala persoalan
keagamaan secara teoritis dan praktis. Rasulullah sendiri memujinya sebagaimana
sabdanya: Aku adalah gudangnya ilmu dan Ali adalah kuncinya.
Disamping
cerdas, Ali juga dikenal sebagai panglima perang yang gagah perkasa.Keberaniannya
menggetarkan hati lawan-lawannya. Beliau mempunyai sebilah pedang warisan dari
rasululullah saw.bernama “Zul Fiqar” Beliau turut serta pada hampir semua
peperangan yang terjadi pada masa rasulullah saw. dan selalu menjadi andalan di
barisan terdepan.
b. Perjuangan
dan Tantangan Ali dalam kepemimpinannya
Pada
saat Abu Bakar menjadi khalifah di usianya yang keenam puluh, Ali saat itu
adalah sudah menjadi tokoh muda yang energik yang baru berusia tiga puluh
tahunan, namun orang-orang disekitarnya selalu meminta pandangan-pandangannya
dalam berbagai hal.Ali tetap menyatakan kesetiaannya kepada ketiga khalifah dan
mengakui abilitas dan integritasnya. Ali memiliki kontribusi yang besar dalam
usaha konsolidasi kekuatan islam, yang sedang menghadapi berbagai tantangan
sepeninggal rasululullah saw. meskipun beliau dianggap salah seorang yang
paling pantas untuk menggantikan rasulullah, beliau tidak menampilkan diri
untuk menjadi kandidat khalifah. Beliau malah menolak tawaran yang diajukan
oleh Abbas (paman nabi), dan Abu Sofyan yang secara sukarela menyatakan
dukungan dan kesetiaannya pada Ali untuk menjadi khalifah.Beliau ditempatkan
oleh banyak kalangan dalam sederetan negarawan ulung yang ditandai dengan sikap
legowo, setia mendukung Abu Bakar, Umar, Utsman sebagai khalifah.
Posisi
terhormat Ali ibn Abi Thalib tergambar dari kebijakan Umar bin Khattab atas
pengangkatannya dalam komisi Syura “Komisi Pemilih” di penghujung
usianya.Komisi ini bertugas memilih khalifah penerus tonggak kepemimpinan.
Pada
masa pemerintahan Utsman bin Affan Ali ibn Abi Thalib senantiasa memberi
nasehat agar beliau bersikap tegas terhadap kaum kerabatnya yang melakukan
penyelewengan yang mengatas namakan dirinya, namun nasehat-nasehat tersebut
tidak ditanggapi. Akibatnya, orang-orang yang tidak setuju kepadanya
melancarkan protes dan huru-hara. Utsman bin Affan memimpin kekhalifahan selama
12 tahun namun para sejarawan mencatat bahwa tidak seluruh masa kepemimpinannya
meraih kesuksesan. Enam tahun pertama merupakan masa pemerintahan yang baik
enam tahun berikutnya masa pemerintahan yang buruk. Paruh terakhir kepemimpinan
khalifah Utsman menghadapi banyak pemberontakan dan oposisi sebagai bentuk
protes ummat islam atas kebijakan pemerintahannya yang cenderung terlalu
mengakomodir kepentingan-kepentingan Bani Umayyah.[19]
Ketidak
puasan yang membara itu meledak dalam bentuk pemberontakan pada tahun 35 H./656
M., ketika rombongan pemberontak dari Bashrah dan Mesir bergerak ke Madinah di
bawah kepemimpinan para Qurra(oposisi kaum shaleh. Dalam keadaan terdesak,
Utsman meminta bantuan kepada Ali.Ketika itu Ali berupaya memadamkan kekacauan
sekuat mungkin, tetapi keadaan sangat sulit.Ketika rumah Utsman dikepung oleh
kaum pemberontak, Ali memerintahkan kedua putranya, Hasan dan Husein untuk
bersiaga di rumah Utsman dan melindunginya dari kerumunan orang. Akan tetapi
karena pemberontak berjumlah besar dan sudah kalap, mereka didesak dan didorong
ke samping oleh massa, sehingga nyawa khalifah Utsman tidak dapat diselamatkan.
Dalam
suasana keruh menyusul pembunuhan khalifah Utsman, pandangan orang mulai
mengarah kepada Ali ibn Abi Thalib.Banyak yang menyebutkan posisi dan keutamaan
beliau.Kaum muslimin di Madinah didukung oleh ketiga-tiga pasukan yang datang
dari Mesir, Basrah dan Kufah, meminta kesediaan Ali untuk dibai’at menjadi
khalifah.Mereka beranggapan bahwa tidak ada lagi selain Ali yang patut
menduduki kursi khalifah setelah Utsman.
Pada
saat itu, stabilitas keamanan di kota Madinah menjadi rawan, disaat yang sama
kebingungan melanda kota, penduduk dihantui perasaan takut dan tidak tenang,
hukum tidak berlaku, para sahabat bertebaran di berbagai kota, apalagi pada
waktu itu bertepatan dengan musim haji, banyak diantara sahabat-sahabat
terkemuka yang menunaikan ibadah haji, diantaranya adalah Aisyah r.a. Kecuali
beberapa diantaranya yang tetap berada di Madinah di bawah pimpinan Thalhah bin
Ubaidillah dan Zubair bin Awwam. Sedangkan mereka itu tidak semuanya menyokong
Ali.Walaupun demikian Ali tetap dibai’at
sebagai khalifah keempat oleh mayoritas sahabat yang ada di Madinah, termasuk
didalamnya Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam serta para pemberontak.
Peristiwa
pembai’atan ini terjadi pada hari Jum’at,13 Dzul Hijjah 35 H./23 Juni 656 M di
Mesjid Nabawi, seperti pembai’atan para khalifah sebelumnya.
Ali
sendiri sesungguhnya tidaklah terlalu berambisi dengan jabatan itu, pada
awalnya beliau menampik dengan mengatakan bahwa Thalhah dan Zubairlah yang
lebih cocok untuk menempati posisi kekhalifahan tersebut.Hanya karena
terus-menerus didesak, kemudian dukungan yang datang makin gencar, akhirnya
beliau menerima jabatan tersebut.
Seperti
halnya ketiga khalifah sebelumnya, sesaat setelah terpilih, khalifah Ali juga
menyampaikan pidato sambutan khalifah yang diawali dengan ucapan syukur dan
puja-puji kepada Allah swt. Diiringi dengan shalawat kepada Nabi dan
keluarganya, kemudian dilanjutkan:
“Hadirin
saudaraku, kalian telah membai’at saya sebagaimana yang telah kalian lakukan
terhadap khalifah-khalifah sebelum saya. Saya hanya boleh mengelak sebelum
jatuh pilihan, tetapi kalau pilihan telah dijatuhkan , maka saya tak dapat lagi
menolak. Imam atau pemimpin harus teguh dan rakyat mesti patuh. Bai’at terhadap
diri saya ini adalah bai’at yang rata dan umum.Barang siapa yang ingkar darinya
terpisahlah ia dari agama Islam.”
“Kaum
muslimin sekalian, sesungguhnya Allah ta’ala telah menurunkan al-Qur’an yang
didalamnya terdapat petunjuk-petunjuk tentang kebaikan dan keburukan.Maka
ambillah yang baik niscaya kalian akan memperoleh petunjuk yang benar, dan
jauhilah yang jelek agar kalian terhindar dari akibat buruknya.”
Allah
ta’ala mengharamkan sesuatu dan ada pula yang dihalalkannya. Perhatikanlah
sungguh-sungguh dan kerjakanlah yang halal itu serta tinggalkanlah yang haram,
pasti kalian akan diantar ke surga. Taatilah perintah Allah dan janganlah
berbuat maksiat.Suatu pekerjaan hendaklah ditunaikan secara ikhlas. Seorang
muslim ialah mereka yang tidak menyakiti sesamanya, baik dengan lidah (kata)
maupun dengan anggota tubuhnya ( sikap dan perbuatan). Tidak boleh mengambil
harta bendanya tak juga boleh mencela perangainya, kecuali dengan alasan yang
benar.”
“Hendaklah
kalian saling berpacu dalam memperbanyak perbuatan kebajikan untuk kepentingan
masyarakat.Janganlah takut menghadapi kematian, karena bagaimanapun juga
kematian pasti bakal datang menjemput dimana saja.Jagalah ketakwaan kamu kepada
Allah swt.Dan jangan menentangnya. Hindarilah mengambil harta orang lain, sebab
kamu nanti akan ditanyai Allah apa saja yang kamu kerjakan, walau urusan
terhadap hewan sekalipun. Kalau melihat kebaikan hendaklah kalian lakukan dan
jika tampak olehnya kejahatan, maka jauhi dan tinggalkanlah.
Segera
setelah dibai’at, khalifah Ali mengambil langkah-langkah politik,yaitu:
1) Memecat para pejabat yang diangkat oleh Utsman,
termasuk didalamnya beberapa gubernur lalu menunjuk penggantinya.
2) Mengambil tanah yang telah dibagikan Utsman
kepada keluarga dan kaum kerabatnya.
3) Memberikan kepada kaum muslimin tunjangan yang
diambil dari bait al-mal, seperti yang pernah dilakukan oleh Abu Bakar,
pemberian dilakukan secara merata, tanpa membedakan sahabat yang lebih dulu
memeluk agama Islam atau yang belakangan.
4) Meninggalkan kota Madinah dan menjadikan kota
Kufah sebagai pusat pemerintahan.[20]
C. Penutup
Kepemimpinan
para Khulafa al-Rasyidin yang empat telah memberikan sumbangan yang besar bagi
peradaban dan perkembangan islam di kemudian hari. Penjelasan dan pemaparan
diatas adalah sebagian dari perkembangan dan peradaban yang dicapai oleh para
sahabat. Pencapaian-pencapaian tersebut terbukti dengan penyebaran islam hampir
ada di seluruh penjuru dunia danperadabannya terlihat dari
peninggalan-peninggalan sejarah mereka yang begitu megah dan menakjubkan.Kepemimpinan
mereka adalah kepemimpinan terbaik setelah Rasulullah sepanjang sejarah
perkembangan dan peradaban islam. Peradaban mereka tidak hanya dari segi fisik
saja tapi juga peradaban manusia dari segi akhlak dan mental.
Daftar Pustaka
Jamil, Ahmad, Sejarah Kebudayan Islam, (Gresik: Putra Kembar Jaya, 2011)
Syaefuddin, Machfud, Perdaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013)
Supriyadi, Dedi, Sejarah Perdaban Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Mufrad, Kisah
Hidup Umar Bin Khatab,
(Jakarta: Zaman, 2009)
Adi, Sulton, Umar bin
khattab, (Bandung : Fitrah, 2010)
Yatim, Badri, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: TP, 1994)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar