Falsafah Pohon |
Oleh: Dr.
Hamid Fahmy Zarkasyi
Dalam
masyarakat yang tak bertuhan alias sekluer, sejarah didekati melaui tiga sisi.
Pertama, pandangan siklus, artinya sejarah itu berjalan seperti sebuah siklus
dan mengalir alami. Tidak ada Tuhan atau tujuan dibalik kejadian itu. Pandangan
Yunani kuno ini masih diminati oleh Nietzsche atau Spangler. Kedua, pandangan
providensial, artinya sejarah itu sepenuhnya dibimbing oleh Tuhan, dan manusia
tidak punya peran yang berarti. Ini bersifat deterministik, tapi pandangan
ketiga yang juga deterministik adalah pandangan deterministik sekuler. Artinya
sejarah itu diciptakan bukan oleh kekuatan manusia tapi oleh motif-motif
ekonomi (Marxis, Hegel). Dalam ketiga pendekatan tersebut, manusia dianggap
tidak berkehendak, tak bercita-cita, tak bertanggung jawab, tak bermoral alias
tidak hidup.
Dalam Islam
makna sejarah sejalan dengan makna realitas. Terdapat pandangan dualitas yang
tidak dualistis dan bukan pula dualism. Disatu sisi ada Tuhan yang menciptakan
ada alam semesta yang diciptakan. Tapi Tuhan tidak menjadi bagian dari alam
karena Ia transenden. Tuhan mengatur dunia tanpa menjadi bagian daripadanya.
Disisi lain terdapat manusia yang juga diciptakan. Manusia, meski dicitpakan,
ia bukan benda mati. Manusia diberi petunjuk dan janji, diberi akal dan
kehendak, serta diberi kebebasan untuk memilih arah perjalanan hidupnya
(sejarahnya). Hanya saja ia juga menggendong amanah, tugas serta kewajiban.
Dengan itu semua manusia bebas berinteraksi denganNya.
Sejarah adalah
eksposisi fakta dan realitas masa lalu kata James Fenimore Cooper (1789 -
1851), seorang novelis dari Amerika. Tapi, James masih kurang terliti, sebab
ekposisi atau ekspresi masa lalau bukanlah sepenuhnya reproduksi dari realitas.
Pikiran sangat berperan dalam melakukan eksposisi, karena ia memiliki pandangan
terhadap realitas. Pandangan itu adalah worldview. Oleh sebab itu penulis
sejarah itulah yang mengarahkan jalannya perjalanan sejarah dimasa lalu. Jadi
siapa berkuasa atau yang memenangkan wacana yang menulis sejarah. Persis
seperti kata Alex Haley (1921 - 1992), seorang penulis Amerika bahwa History is
written by the winners. Maka dari itu Norman Davies (1939 - ) sejarah dan
penulis Inggeris, menasehatkan dengan tegas semua sejarawan harus menuturkan
ceritanya dengan meyakinkan, kalau tidak maka akan dilupakan.
Ketika
seseorang menulis sejarah ia secara otomatis akan memasukkan data dan fakta
secara selektif. Data dan fakta yang sesuai diambil yang tidak dibuang. Fakta
sejarah, kata Carl Becker (1873 - 1945) sejarawan Amerika, tidak ada kecuali
diciptakan oleh sejarawan, dan setiap bagian yang diciptakannya itu beberapa
bagian dari pengalaman pribadinya pasti masuk. Bagi sejarawan Inggeris A. J. P.
Taylor (1906 - 1990), menjadi sejarawan di Perancis, katanya, sama dengan
menjadi tentara, politisi dan dalam pengertian kuno menjadi seperti nabi dan
guru spiritual dan moral. Artinya, sejarawana menentukan banyak hal. Sejarah
Amerika Serikat yang ditulis oleh pendatang akan jauh berbeda dari yang ditulis
oleh suku Amerika asli. Orang kulit putih pasti akan memulai sejarah Amerika,
misalnya, dari Declaration of Independence, sementara penulis dari suku asli
akan menggali sejak terjadinya pembunuhan masal oleh pendatang. Jadi sejarawan
adalah subyektif. Masing-masing penulis memiliki worldview sebagai basis
subyektifitasnya.
Muhammad
Rasulullah sebagai Nabi terakhir adalah fakta. Namun, ia tidak akan menjadi
fakta sejarah, kecuali terdapat sejarawan yang mendudukkannya. Bagi sejarawan
Muslim, selain fakta ini terdapat fakta metafisis (berdasarkan wahyu) bahwa
Tuhan sebelum itu telah mengutus nabi-nabi dengan kitab-kitab. Ini menunjukkan
bahwa terdapat interaksi antara manusia dengan Tuhan. Manusia memerlukan
petunjuk dan Tuhan mengetahui hal itu dan kemudian member petunjuk. Tapi
petunjuk Tuhan yang tertulis diakhiri dengan Quran sebagai kitab penutup, Nabi
Muhammad sebagai Nabi pamungkas dan Islam sebagai agama yang disempurnakan.
Akhir dalam pengertian menunjukkan sebuah perjalanan dari awal. Dari
fakta-fakta empiris dan non-empiris, dapat diangkatlah sebagai fakta sejarah
bahwa Muhammad adalah Nabi terakhir.
Proses atau perjalanan itu merupakan bukti adanya interaksi antara perilaku manusia dan kehendak Tuhan. Ini berarti interaksi Tuhan manusia melalui kitab dan Nabi-nabi telah telah berakhir. Manusia dijamin dapat menemukan kebenaran melalui Nabi dan kitab terakhir. Penafsiran kita terhadap dua sumber itu akan dapat mencapai kebenaran.
Proses atau perjalanan itu merupakan bukti adanya interaksi antara perilaku manusia dan kehendak Tuhan. Ini berarti interaksi Tuhan manusia melalui kitab dan Nabi-nabi telah telah berakhir. Manusia dijamin dapat menemukan kebenaran melalui Nabi dan kitab terakhir. Penafsiran kita terhadap dua sumber itu akan dapat mencapai kebenaran.
Gelar Nabi
terakhir mungkin disamakan orang dengan stempel Fukuyama terhadap perjalan
sejarah Barat melalui judul bukunya the End of History, Akhir Sejarah. Tapi ada
perbedaan prinsipil disini. Di Barat perjalanan sejarah ditentukan oleh faktor
materi terutamanya, perkembangan ekonomi. Manusia seperti tidak memiliki peran,
sebab ekonomi dimaksud adalah proses alami yang didorong semata-mata oleh
materi. Dari pandangan materialistis dan sekuler itulah kesimpulan Fukuyama
berbunyi bahwa kapitalisme liberal dan demokrasi adalah model terakhir dalam
sejarah hidup manuisa Barat. Tentu jauh sekali bedanya.
Dalam pandangan
Islam, sejarah bergerak karena adanya kehendak manusia bukan diatur oleh hukum
alam. Sejarah diatur oleh hukum Tuhan. Hukum Tuhan ada dalam alam yang dalam
Islam disebut kitab terbuka atau tak tertulis. Kita tidak bisa memahami kitab
terbuka kecuali dibimbing oleh kitab tertulis yaitu al-Quran. Lagi dalam
pandangan sekuler materialistis sejarah berakhir di bumi. Manusia hidup sekali
dan sesudah itu mati dan selesai. Dalam Islam sejarah berakhir pada Hari
Perhitungan dan berada di luar sejarah dalam pengertian sekuler itu.
Jadi, sejarah
dalam Islam harus ditulis dengan menggunakan cara pandang historis dan
normatif. Caranya dengan merekonstruksi cara-cara pembuatan fakta sejarah,
membayangkan apa yang terjadi. Selanjutnya menekankan perilaku manusia untuk
merekonstruksi dengan sepenuh makna kemanusiaannya. Dan terakhir, memberikan
penilaian berdasarkan pandangan hidup Islam. Jadi, penulisan sejarah adalah
sebuah proses penggambaran fakta manusia secara obyektif, tapi pada saat yang
sama meletakkan obyek itu dalam neraca konsep yang terdapat dalam realitas
kitab Tuhan yang tertulis dan tidak tertulis. Maka sebagian kata sejarawan
Yunani Dionysius of Halicarnassus (hidup 1 SM) benar bahwa sejarah adalah
filsafat yang mengajar dengan contoh.
Sejarah sebagai
sebuah contoh, dapat dikaji dari firman Allah yang berbunyi Tidakkah kamu
perhatikan bagaimana Allah Telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti
pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan
buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (Ibrahim
24-25). Ini berarti bahwa sejarah dalam pandangan Islam bermula dari sebuah
ajaran yang difahami dan dikembangkan oleh manusia yang kemudian tumbuh seperti
sebuah pohon, yakni kehidupan (syajarah). Pohon itu kemudian memberikan manfaat
(rahmat) atau buahnya kepada manusia lain dengan melalui hukum dan kehendak
Tuhan. Jadi, sejarah dalam pandangan Islam adalah interaksi antara nilai dan
praktek kehidupan manusia yang dinaungi oleh kehendak dan hukum Tuhan. Itulah
syajarah yang tumbuh dan itulah sejarah yang hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar