Mulai dari sejak kecil |
Namun yang menjadi sangat ironi ditengah-tengah
masyarakat kita adalah banyak pasangan suami istri saat dipercaya dan diamanahi
oleh Allah untuk mendapatkan anak, mereka tidak menjaga dan memeliharanya
dengan baik, malah mengabaikannya begitu saja dan yang lebih menyedihkan lagi adalah
banyak anak-anak yang ditelantarkan oleh orang tua mereka seperti yang kita
saksikan di berita-berita yang menghiasi acara televisi saat ini. supaya perlu
difahami oleh semua orang tua bahwa penjagaan dan pemeliharaan tersebut tidak
hanya bersifat meteril saja namun dari sisi spirituilnya pun tidak kalah
pentingnya untuk diperhatikan.
Menjadi keprihatinan dan perhatian kita bersama bahwa
saat ini kita bisa saksikan bagaimana pola hidup berkeluarga di
kampung-kampung, di desa-desa dan lebih khusus lagi di perkotaan yang merupakan
kehidupan yang mengukur segala sesuatu dari sisi materi saja atau biasa disebut
dengan hidup materialis. Fenomena ini
terjadi tidak terlepas dari arus budaya-budaya luar yang memasuki masyarakat
kita yang disebar melalui media-media masa dan ilmu pengetahuan. Peradaban yang
kita maksudkan adalah peradaban negara-negara maju seperti barat dan eropa yang
mana basis peradabannya adalah rasionalis materialis. Peradaban tersebut pada
akhirnya mempengaruhi masyarakat kita dalam banyak sisi yang salah satunya
adalah tata cara dalam mendidik anak.
Kembali
kepermasalahan awal bahwa orang tua dalam kehidupan anak memiliki peran yang
sangat penting. Orang tua tidak hanya mencukupi kebutuhan jasmani saja,
menyekolahkan anak di sekolah paporit, mengkursuskan anak pada
pelajaran-pelajaran tertentu dan memberikan fasilitas yang lengkap, namun untuk
mengantarkan anak menjadi anak yang berprestasi maka harus menyentuh sisi-sisi
kerohanian anak juga. Karena sudah banyak kita dengar dan saksikan seorang anak
yang stess kemudian mengambil jalan yang salah ketika memiliki masalah yang
tidak bisa diselesaikan, seperti minuman keras, narkoba dan bahkan bunuh diri
padahal hidupnya penuh dengan kemewahan, atau seorang anak memiliki kecerdasan
yang luar bisa secara intlektual namun dari sisi moral sangat kurang sehingga
dia terjerumus pada pergaulan bebas yang pada akhirnya menggiringnya kepada
dampak yang pertama diatas.
Islam
adalah agama paripurna, yang tidak hanya melihat manusia dari sisi jasmaninya
saja namun dari sisi rohani pun menjadi perhatian yang sangat urgen dan pokok.
Islam juga memiliki perhatian besar akan pentingnya memberikan pendidikan yang
benar kepada anak supaya mereka kelak menjadi anak-anak yang tangguh dan tegar
menghadapi setiap cobaan yang menghadang, sebagaimana difirmankan Allah SWT. dalam
Al-Qur’an:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ
ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا
قَوْلًا سَدِيدًا )النساء: 9(
“Dan hendaklah
takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan
yang lemah dibelakang mereka yang mereka hawatir terhadap (kesejahteraan)nya.
Oleh karena itu, hendaknya mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka
berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS. An-Nisa’: 9)
Untuk
mengantarkan anak-anak menjadi anak yang berprestasi, setidaknya ada lima hal
yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh semua orang tua untuk mencapai
tujuan tersebut.
Pertama, Memberikan uswah
kepada anak
Sebagai orang tua, selain memerintahkan dan menyuruh anak
untuk rajin ibadah, belajar dan mengerjakan perbuatan baik lainnya, orang tua juga hendaknya
terlebih dahulu memberikan contoh kepada anak-anaknya karena bagaimana pun
memberikan contoh tauladan yang baik lebih cepat membekas dari pada sekedar
perintah semata. Sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ
نَارًا... )التحريم: 6(
Wahai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka…”
(QS. At-Tahrim: 6)
Maksud dari ayat diatas adalah supaya seorang yang beriman (orang tua)
hendaknya memulai dari dirinya sendiri memberikan contoh tauladan yang baik
kepada keluarganya dan kemuadian setelah itu menyeru mereka untuk melakukannya.
Kedua, Mengkondisikan
lingkungan rumah yang nyaman dan kondusif
Situasi dan kondisi
rumah memiliki peran penting juga dalam menciptakan suasana yang nyaman dan
kondusif bagi se-isi rumah, dan lebih khusus lagi bagi
anak-anak untuk belajar. Rumah tidak perlu mewah dan megah namun cukup menjaga
kebersihan, kerapian dan keindahannya serta
menjauhkan dari kebisingan dan keributan baik dari dalam rumah ataupun dari
luar rumah (seandainya bisa diusahakan) akan menjadikan anak merasa betah dan konsen dalam belajar di rumahnya sendiri. Sehingga
pantas sekali mahfuzhot arab menggambarkan hal demikian dengan ungkapan,
بَيْتِي جَنَّتِي “Rumahku adalah surgaku”
Ketiga, Mengontrol ibadah
anak
Sebagaimana
disinggung dari sejak awal bahwa penjagaan anak tidak hanya terhenti pada unsur jasmani
saja, namun keduanya harus seimbang dan tidak
bisa dipisahkan, keduanya harus mendapatkan perhatian yang sama.
Ibadah kepada Allah adalah kebutuhan rohani setiap
manusia karena ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan datang dari dalam diri
manusia, bukan semata-mata karena materi yang dirasakan oleh jasmani manusia. Ibadah
shalat dalam syari’at islam adalah hal yang paling utama dilakukan.
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ
سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ
فِي الْمَضَاجِعِ (رواه أبو داود 1/ 133 )
“perintahkanlah anak-anak
kalian untuk mendirikan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah
mereka (dengan tidak menyakiti. pent) disebabkan karena mereka enggan
mendirikan shalat saat berumur sepuluh tahun dan pisahkan tenpat tidur mereka”
(HR. Abu Daud)
Keempat, Mengajarkan
anak menghargai waktu dan berdisiplin.
Ajak
duduk sambil memberi nasihat Tanamkan pada diri anak supaya hidup disiplin dan menghargai
setiap waktu yang dilewatkan setiap hari.
Kelima, Memerintahkan anak untuk memilih teman yang baik.
يَا
بُنَىَّ اخْتَرِ الْمَجَالِسَ عَلَى عَيْنِكَ، وَإِذَا رَأَيْتَ قَوْماً
يَذْكُرُونَ اللَّهَ فَاجْلِسْ مَعَهُمْ، فَإِنَّكَ إِنْ تَكُنْ عَالِماً يَنْفَعْكَ
عِلْمُكَ، وَإِنْ تَكُنْ جَاهِلاً يُعَلِّمُوكَ، وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَطَّلِعَ
عَلَيْهِمْ بِرَحْمَةٍ فَيُصِيبَكَ مَعَهُمْ، وَإِذَا رَأَيْتَ قَوْماً لاَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ فَلاَ تَجْلِسْ مَعَهُمْ، فَإِنَّكَ إِنْ تَكُنْ عَالِماً لاَ
يَنْفَعْكَ عِلْمُكَ، وَإِنْ تَكُنْ جَاهِلاً زَادُوكَ غَيًّا، وَلَعَلَّ اللَّهَ
أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِمْ بِعَذَابٍ فَيُصِيبَكَ مَعَهُمْ
“Wahai anakku,
pilihlah teman duduk (bergaul)mu!. Jika kamu menemukan suatu kaum (atau teman) yang selalu ingat kepada Allah (shalih)
maka jadikanlah ia teman bergaulmu, karena jika kamu berilmu, maka dia akan
memanfaatkan ilmumu untuk kebaikan dan jika kamu orang yang tidak berilmu, maka
dia akan mengajarimu kebaikan. Semoga Allah menurunkan rahmat kepada mereka dan
kamu ikut mendapatkan ramhat tersebut. Dan jika kamu menemukan suatu kaum (atau
teman) yang tidak mau mengingat Allah, maka jangan jadikan dia sahabatmu karena
jika kamu berilmu dia tidak mengambil manfaat dari ilmumu dan jika kamu orang
yang bodoh, maka dia akan menjadikanmu bertambah bodoh. Boleh jadi Allah
menurunkan azab kepada mereka saat itu dan kamu ikut terkena azab tersebut.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar