Teladan anak |
“Pa. pa. antar Ali ke mushalla!” panggilnya dengan gayanya polosnya.
Ayahnya belum juga mau bangun dari tidur nyenyaknya.
“Pa. pa. antar Ali ke mushalla” panggilnya lagi berulang-ulang.
Akhirnya ayahnya pun terbangun sambil mengucek kelopak matanya.
“ada apa sayang?” kata ayahnya menahan kantuk.
“antar Ali ke mushalla” pintanya.
“ini masih gelap dan sepi, sayang. Ayo kembali ke kamarnya. Nanti kalau sudah terang papa ajak jalan-jalan.” Tolak ayahnya halus.
Melihat wajah ayahnya yang masih mengangguk-ngangguk menahan kantuk, anak itupun kembali ke kamarnya dengan perasaan kecewa. Di kamarnya dia tidak bisa tidur, dia selalu teringat dengan nasehat ibu gurunya di TK tentang manfaat sholat subuh berjamaah di mushalla. Ibu gurunya bilang, ‘anak yang shalat subuh berjama’ah di mushalla adalah ciri anak yang pintar dan rajin.’ Dalam hatinya, dia ingin menjadi anak pintar dan rajin. kalimat itu terus terngiang-ngiang ditelinganya yang menyebabkan matanya tidak bisa dipejamkan sampai pagi menjadi terang.
Keesokan harinya, setelah mendengar azan subuh dikumandangkan. Anak itu kembali membangunkan ayahnya minta agar diantarkan ke mushalla. Namun kembali ia menanggung rasa kecewa karena jawaban ayahnya hampir sama dengan jawaban kemarin dan begitu juga pada hari ketiga dia kembali mendapatkan jawaban yang sama. Hatinya sangat kecewa dan kesal. Dalam hatinya dia selalu berharap menjadi anak yang pintar dan rajin seperti nasehat ibu gurunya.
Pada hari keempat, ia bertekat dan nekat untuk harus bisa pergi ke mushalla. Setelah mendengar azan subuh dikumandangkan, anak itu terbangun dari tidurnya. Setelah merasa rapi dengan pakaian shalatnya, ia beranjak menuju pintu depan rumah. Ia mencoba membuka pintu sedikit saja sambil mengintip ke arah jalan dari dalam. Dalam hatinya ada rasa takut karena suasana masih gelap dan sepi. Dalam pengintipannya, dia berharap akan ada orang lewat yang bisa diikutinya dari belakang menuju musholla. Tak beberapa lama, harapannya pun terjawab. Seorang kakek tua bungkuk berjalan membawa lampu gantung ditangannya dengan memakai peci dan sajadah dipundaknya. Si anak yakin kalau si kakek tua itu akan pergi ke musholla. Ia pun dengan sigap keluar mengikuti dari belakang tanpa diketahui oleh si kakek. Kejadian ini selalu dilakukannya setiap pagi saat shalat subuh tiba tanpa sepengetahuan orang tuanya yang masih tertidur pulas. Ia sengaja tidak memberi tahu mereka supaya dia tidak dilarang pergi ke mushalla.
Setelah hampir satu bulan berjalan, ayah dari si anak baru saja pulang dari tempat melayat orang meninggal di desanya. Si Ayah bercerita kepada istrinya tentang orang yang meninggal tersebut saat duduk bersama menonton TV dengan anaknya. Setelah selesai bercerita, tiba-tiba sang anak menangis histeris dan terisak-isak. Orang tuanya terheran-heran dan bingung terhadap tingkah laku anaknya yang terjadi secara tiba-tiba. Lama mereka memenangkan anaknya supaya berhenti menangis dan hingga pada akhirnya anak itupun bisa terdiam setelah hampir setengan jam menangis karena kelelahan. Kedua orang tuanya pun mendekatinya untuk menenangkan dan bertanya apa sebabnya menangis.
“ada apa sayang, kok tiba-tiba menangis? Papa kan gak pernah marahin dek Ali.” Tanya ayahnya sambil mengelus-ngelus rambutnya yang lembut.
“iya.. ceritain papa dan mama dong. Ali kan anak yang paling papa dan mama sayang.” Tegas ibunya meyakinkan anaknya.
Sambil menahan dadanya yang masih seguguan karena baru selesai menangis, anak itupun memandang ayah dan ibunya yang tersenyum kepadanya.
“Pa.. yang ninggal itu, (adalah) kakek yang tiap subuh Ali ikuti dibelakangnya pergi ke musholla. Trus kalo besok subuh, siapa yang Ali ikuti pergi ke mushalla. Ali gak ada teman lagi pa!!” ia kembali menangis.
Setelah mendengar cerita anaknya. Kedua orang tuanya pun kaget dan tidak mengira kalau anaknya selama ini saat shalat subuh pergi kemusholla mengikuti kakek tua yang tadi sudah dimakamkan tanpa sepengetahuan mereka berdua. Mereka merasa bersalah dan berdosa terhadap anaknya yang pintar dan rajin itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar