|
Perpus UNIDA Gontor |
Hampir setiap hari saya berusaha
untuk belajar dan belajar. Setelah belajar atau membaca, saya berusaha untuk
menggoreskan polpen saya di kertas atau langsung menulis di lebtob, namun
hasilnya tetap mentok, mentok dan mentok. Berulang kali saya melakukan hal yang
sama, tapi hasilnya tidak jauh berbeda. Saya merasa putus asa dan stress dengan
aktifitas saya yang tidak pernah mengalami perkembangan dan kemajuan.
Saya teringat dengan masa lalu
yang telah saya jalani. Saya mulai menyalahkan diri saya, menyalahkan keadaan,
menyalahkan keluarga saya, menyalahkan sekolah saya, menyalahkan orang dan lain
sebagainya.. Terlintas dalam pikiran sempit saya, ‘seandainya dulu saya tidak
disana/seandainya saya tidak dalam kondisi ini, dan andai-andai yang lainnya. Saya
pun menyesali dan meratapi nasip saya sendiri, hingga saya terpaku dan terlena
dalam ratapan saya sendiri.
Memang berat untuk berhenti
mengingatnya, karena kelitannya itulah sumber dari semua keadaan yang membuat
saya terpuruk dan terkapar ini. Namun serasa saya tersadar kembali akan diri
saya sendiri. Menyadari hakikat hidup yang sebenarnya pernah saya dapatkan dan
fahami, tapi terkalahkan oleh memori kehidupan masa lalu.
Mendengar ceramah Ust. Dr. H.
Ahmad Hidayatullah Zarkasyi menyadarkan saya kembali akan kehidupan ini. Terlalu
sering saya menimbang dan mengukur kehidupan ini dengan akal dan hitungan
materi atau fisik. Saya keseringan melihat orang yang lebih (kemampuan/materi)
dari saya dari pada melihat diri saya sendiri kemudian membenahi. Pikiran saya
terlalu menrasionalkan kondisi sehingga menjadikan segala sesuatu menjadi seolah-olah
tidak mungkin untuk saya lakukan. Saya selalu mengukur kondisi diri saya dengan
kondisi orang lain. Sehingga yang terpikir adalah sulit dan bahkan gak mungkin
untuk sampai ketujuan yang dicita-citakan.
Lebih memprihatinkannya lagi,
saya lupa dan tidak menyadari sekaligus masih meragukan” akan ke Maha Agungan
Sang Pencipta yang pengatur segala-galanya yaitu, Allah SWT. Sekali lagi, saya
terlena dan terbuai oleh pikiran sempit saya sehingga saya lupa bahwa ada Dia diatas
alam jagat raya ini beserta isinya. Astagfirullahal’adziim…
Diantara bentuk kelupaan dan
keraguan tersebut adalah ketika berdo’a, hampir semuanya dalam keadaan ragu
dengan do’a yang dipanjatkan, alias kurang meyakini akan terkabulnya do’a
tersebut. Masih ada banyang-banyang ketidakmungkinan yang digemboskan oleh
pikiran saya sehingga saya kurang berharap akan terkabulnya do’a saya. Ketika beribadah
– khususnya shalat – fardu, saya dalam keadaan sadar atau tidak sadar dengan
ibadah saya. Apakah ini sekedar rutinitas untuk menghilangkan kewajiban saja
atau memang bentuk penghambaan saya kepada Allah di karenakan kelemahan dan
kekurangan saya. Iya, saya sadar dengan ibadah saya, tapi saya tidak menyadari
hakikat dari ibadah saya ditambah lagi kurang meyakini dampak dari ibadah itu
terhadah hidup saya. Kembali saya tersadarkan dengan ceramah Ust. Dr. H. Ahmad
Hidayatullah Zarkasyi..
Ceramahnya simpel sebenarnya,
namun menyadarkan saya akan ke Maha Agungan Allah Subhanahuwata’ala. Diantara
yang disinggung beliau juga adalah orang islam yang tidak meyakini kekuatan do’a
adalah orang islam yang sangat picik dan sempit hati dan pikirannya. Banyak bukti
nyata yang sudah merasakan kekuatan do’a. orang yang awalnya masalah dalam
hidupnya, karena do’a yang dipanjatkannya dengan penuh keyakinan dan
terus-menerus melakukannya, sehingga masalahnya terselesaikan. Tentunya tidak
terlepas dari usaha sungguh-sungguh untuk berkerja setelah berdo’a. Ada juga
orang yang selalu berdo’a, kemudian usahanya cuman sekedarnya saja, tapi semua
masalahnya terselesaikan. Ini juga disebabkan karena berkah do’a. bahkan ada juga
orang yang hanya berdo’a saja dengan terus menerus tanpa berusaha dan
masalahnya terselesaikan. Ini juga berkah dari do’a. intinya Allah SWT menyuruh
kita untuk banyak-banyak berdo’a kepada-Nya, karena Dia-lah yang memungkinkan
yang tidak mungkin dan mengadakan yang tidak ada.
Terakhir, setiap usaha, baik itu
belajar, bekerja mencari rizki dan lain sebagainya, hendaklah diawali dengan
keyakinan akan diberikan kemudahan oleh Allah. Kemudian barengi ia dengan
keikhlasan dan kesabaran dalam melakukannya. Ketika seseorang belum mendapatkan
apa yang diharapkan, berarti ia harus menunggunya dengan melalui/menjalani
proses yang mesti dilaluinya, oleh karena itu kesabaran harus tetap dipupuk
dalam diri kita.
(paska pusing memikirkan tesis. Jum’at
malam, 15-05-2015)