Antara Dua Rupa |
Setidaknya dari ucapan seseorang
kita bisa membaca tingkat keimanan seseorang. Walaupun tidak seratus persen
benar, namun bisa menjadi acuan standar dari kuat atau berkurangnya iman
seseorang. Sebagai contoh dari statement saya ini adalah, ketika anda
menanyakan kepada seseorang suatu pertanyaan, pasti jawaban mereka
bermacam-macam, contoh pertanyaan: ‘Kenapa gak sholat ke masjid tadi?’. Dari pertanyaan
ini, orang akan berbeda-beda jawabannya. Kira-kira diantara jawaban mereka
adalah sebagai berukut:
o Tadi saya ketiduran. Saya gak dengar suara azan, makanya gak ke masjid.
o Ada kerjaan tadi. Tapi sudah saya shalat di rumah.
o Iya, saya keendakan main-main tadi sama teman.
o Sholat jamaah itu kan sunnah. Jadi boleh sholat sendirian di rumah.
o Saya lagi malas. Saya sudah shalat di rumah.
o Shalat itu kan, gak wajib. Jadi kamu gak perlu nanya-naya gitu
dah.
Dari sekian pernyataan ini, setidaknya pembaca bisa memprediksi tingkat/kualitas keimanan seseorang. Apa yang diucapkan oleh lisan seseorang adalah
gambaran dari apa yang ada di dalam hati, dalam hal ini adalah
keimanan. Dari jawaban pertama hingga akhir, bisa diprediksi bahwa jawaban
pertama menunjukkan keimanan seseorang masih kuat. Sedangkan jawaban terahir
menunjukkan tidak adanya keimanan seseorang. Sedangkan jawaban yang lainnya bisa diprediksi sendiri.
Sekali lagi penulis tergaskan
bahwa, ini bukan setandar mutlak. Namun ini salah satu cara mengetahui ukuran keimanan
seseorang. Kita juga tidak bisa menjudge tingkat keimanan seseorang hanya
berdasarkan ucapannya. Namun perlu pembuktian yang lain juga sehingga dasar
penjudge-annya kuat. Ini hanya penilaian pribadi kepada seseorang atau pada
diri kita sendiri saat menemukan pertanyaan semisal.
Dalam masalah-masalah yang lain
pun kita bisa membaca kondisi, watak atau keperibadian seseorang dari ucapannya
sehari-hari.
(view inspiration, Allahumma
tsabbit qulubana ‘ala syukrika wa tho’atika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar