Senin, 13 April 2015

Mendorong Aktifitas Menulis Pribadi




Mencari Inspirasi
Mencari Inspirasi
Aktifitas menulis sebenarnya bukanlah perkara sulit bagi orang, artinya setiap orang mempunyai kemampuan untuk menulis, entah itu menulis apa saja. Sebagai contoh, menulis aktifitas sehari-hari, menulis pengalaman selama liburan, menulis cerita menyenangkan atau menyedihkan, menulis perasaan yang sedang dirasakan dan lain sebagainya. Namun kenyataan yang terjadi adalah sedikit orang yang mau menulis, padahal banyak sekali hal atau permasalahan yang bisa dijadikan topik tulisan.
Dari kalimat pengantar di atas, kita sudah bisa pastikan bahwa penyebab sedikitnya orang mau menulis adalah karena tidak adanya kemauan/keinginan yang mendorongnya untuk menulis.  Berarti faktor kemauan atau keingingan inilah yang menjadikan orang mau atau tidak menulis.
Kemauan atau keinginan seseorang erat kaitannya dengan kondisi pribadi dan lingkungan yang dialami. Ketika kedua kondisi ini memungkinkan seseorang untuk menulis, maka orang tersebut akan mudah menulis. Namun ketika kedua kondiri ini terganggu atau terusik maka sulit akan bisa berbuat suatu apapun.
Saya  mencoba memaparkan kedua kondisi ini kaitannya dengan pengaruhnya terhadap aktifitas kerja dan khususnya menulis.
1.    Kondisi pribadi
Setiap orang pernah mengalami masa-masa diamana ia merasa bahagia dan kadang merasa sedih. Dua rasa ini silih berganti datangnya atau dia tidak merasakan keduanya sehingga ia menjalani hidupnya seperti biasa. Di saat merasa bahagia, terasa segala sesuatu bisa diselesaikan dengan mudah. Di kala ia sedih hampir tidak ada aktifitas yang bisa dilakukan kecuali sedih itu sendiri. Kaitannya dengan menulis, seseorang membutuhkan rasa bahagia atau minimal tidak berada dalam masalah supaya bisa menghasilkan karya. Rasa bahagia tersebut akan mendorong seorang untuk menikmati aktifitasnya dan ia rela mengenyampingkan pekerjaan lain untuk menuntaskan aktifitasnya itu.
Saya kadang mencoba membaca tulisan-tulisan di blog-blog orang di internet. Saya melihat tulisan mereka tidak begitu berisi/berkualitas, apalagi dikatakan ilmiah. Bahkan banyak diantara yang menulis tulisan yang bernuansa fulgar dan cabul. Na’uzubillah. Namun yang jadi titik penekanan saya disini adalah mereka begitu mudah menulis hal-hal yang demikian. Apa yang mendorong mereka sehingga mampu menulis sebanyak itu. Setelah saya coba teliti adalah mereka menikmati atau mereka merasa bahagia saat menulis tulisan tersebut.
Terus yang jadi pertanyaannya sekarang, bagaimana cara kita memunculkan rasa bahagia tersebut atau bagaimana cara kata menghilangkan rasa sedih tersebut?. Ada banyak faktor yang bisa dijadikan pendorong rasa bahagia itu muncul. Diantaranya penulis sebutkan disini adalah mencari motifasi hidup, meninggalkan untuk sementara pekerjaan tempat kamu merasa bosan, jenuh atau sedih tersebuk menuju pekerjaan yang lain. Dan lain sebagainya.
2.    Kondisi lingkungan
Tidak bisa dipungkiri, kondisi lingkungan juga berpengaruh besar terhadap kondisi pribadi seseorang ataupun sebaliknya. Oleh karena itu lingkungan yang kondusif pun mesti diusahakan supaya tidak mengganggu aktifitas menulis. Faktor lingkungan ini juga erat kaitannya dengan peribadi seseorang. Ada orang yang mengatakan, tempat menulis yang nyaman itu adalah dipinggir pantai atau sungai, tapi ada juga yang tidak nyaman disana. Ada juga yang mengatakan tempat menulis itu ditempat yang sunyi dan sepi biar fokus, seperti di dalam kamar, dibawah pohon, atau tempat-tempat sepi lainnya. Tapi ada juga yang tidak setuju dengan pendapat ini. Akhirnya kembali kepada kondisi pribadi masing-masing.
Dari kedua kondisi ini diusahakan sejalan dan dapat dirasakan. Namun jika keduanya tidak bisa didapatkan minimal kondisi pribadi seseorang itu dalam keadaan bahagia. Karena banyak juga fenomena kita lihat bahwa meskipun tempatnya tidak memadai, namun karena kondisinya pribadinya sedang bahagia sehingga kondisi lingkungan yang bagaimanapun tidak berpengaruh terhadap aktifitas menulisnya. Namun kondisi seperti ini jarang dimiliki atau dirasakan seseorang. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu melakukannya.
Selamat menulis!!

(ditulis saat penulis lagi tidak mud menulis)


Rabu, 01 April 2015

Al-Fatih (Sang Penakluk)

Suasana Pantai
Suasana Pantai 

Sekitar delapan abad kemudian, salah satu bisyaroh (bukti) nubuwah tersebut mampu diwujudkan oleh seorang hamba Allah yang bernama Muhammad Al Fatih atau Mehmed II, yang merupakan seorang Sultan ke-7 dari Kesultanan Turki Ustmani beserta sekitar 250.000 orang tenteranya. Keberhasilannya menaklukkan Konstatinopel membuatnya diberi gelar Al-Fatih. Berasal dari kata: fataha – yaftahu. Artinya membuka atau membebaskan. Sultan Muhammad Al Fatih menaiki takhta ketika berusia 19 tahun dan memerintah selama 30 tahun (1451 – 1481).
Kota konstatinopel atau disebut juga Byzantium (kini disebut Istanbul) adalah kota yang memiliki pesona yang kuat pada masa itu. Letaknya sangat strategis, yaitu di batas antara Eropa dan Asia. Bagian daratnya merupakan salah satu bagian dari Jalur Sutera, sedangkan di bagian lautnya, daerah ini berada di antara Laut Tengah dengan Laut Hitam. Pesonanya ini membuat banyak bangsa pada masa itu mengincarnya. Banyak ekspedisi-ekspedisi yang telah dilakukan, namun benteng Konstatinopel tetap tidak tertembus.
Konstantinopel merupakan salah satu kota terbesar dan benteng terkuat di dunia saat itu, dikelilingi lautan dari tiga sisi sekaligus, yaitu selat Bosphorus, Laut Marmarah dan Tanduk Emas yang dijaga dengan rantai yang sangat besar, hingga tidak memungkinkan untuk masuknya kapal musuh ke dalamnya. Di samping itu, dari daratan juga dijaga dengan pagar-pagar sangat kokoh yang terbentang dari laut Marmarah sampai Tanduk Emas. Memiliki benteng setinggi 60 kaki, sedangkan pagar bagian luarnya memiliki ketinggian 25 kaki. Selain itu juga terdapat tower-tower pemantau yang terpencar dan dipenuhi tentara pengawas. Dari segi kekuatan militer, kota ini dianggap sebagai kota yang paling aman dan terlindungi, karena di dalamnya ada pagar-pagar pengaman, benteng-benteng yang kuat dan perlindungan secara alami. Dengan demikian, maka sangat sulit untuk bisa diserang atau ditaklukkan. Kedudukan Konstantinopel yang strategis diillustrasikan oleh Napoleon Bonaparte; ".....kalaulah dunia ini sebuah negara, maka Konstantinopel inilah yang paling layak menjadi ibukota negaranya!".
Para khalifah dan pemimpin Islam pun selalu berusaha menaklukkan Konstantinopel. Di zaman Mu'awiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu 'Anhu pernah dilakukan ekspedisi namun gagal. Di masa shahabat, memang pasukan muslim sudah sangat dekat dengan kota itu, bahkan salah seorang shahabat yang menjadi anggota pasukannya dikuburkan di seberang pantainya, yaitu Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahuanhu. Tetapi tetap saja kota itu belum pernah jatuh ke tangan umat Islam sampai 800 tahun lamanya.
Abu Ayyub Al-Anshari berkata,"Aku mendengar baginda Rasulullah SAW bersabda bahwa ada seorang lelaki shalih akan dikuburkan di bawah tembok tersebut, Dan aku juga ingin mendengar derap tapak kaki kuda yang membawa sebaik-baik raja, yang mana dia akan memimpin sebaik-baik tentara seperti yang telah diisyaratkan oleh baginda".
Upaya yang sama juga dilakukan pada zaman Khilafah Umayyah, pemerintahan Abbasiyyah, dan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia Timur (Anatolia) terutama Kerajaan Seljuk.
Awal kurun ke-8 hijriyah, Daulah Utsmaniyah mengadakan kesepakatan bersama Seljuk. Kerjasama ini memberi napas baru kepada usaha umat Islam untuk menguasai Konstantinopel. Usaha pertama dibuat di zaman Sulthan Yildirim Bayazid saat dia mengepung bandar itu tahun 796 H/1393 M. Peluang yang ada telah digunakan oleh Sultan Bayazid untuk memaksa Kaisar Bizantium menyerahkan Konstantinopel secara aman kepada umat Islam. Akan tetapi, usahanya menemui kegagalan karena datangnya bantuan dari Eropa dan serbuan bangsa Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk.
Selepas Daulah Utsmaniyyah mencapai perkembangan yang lebih maju dan terarah, semangat jihad hidup kembali. Sultan Murad II (824-863 H/1421-1451 M) meneruskan usaha penaklukan Kostantinopel. Beberapa usaha berhasil dibuat untuk mengepung kota itu tetapi belum membuahkan hasil. Sultan Murad II mewariskan perjuangan penaklukan Konstatinopel kepada anak beliau, Sultan Muhammad Al-Fatih (Mehmed II).
Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Muhammad II mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk Islam atau menyerahkan penguasaan kota secara damai atau perang. Constantine Paleologus menjawab tetap mempertahankan kota dengan dibantu oleh Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari Genoa.
Sebelum menaklukkan Konstantinopel, ada khutbah yang disampaikan al Fatih untuk seluruh pasukannya:
“Jika penaklukan kota Konstantinopel sukses, maka sabda Rasulullah SAW telah menjadi kenyataan dan salah satu dari mukjizatnya telah terbukti, maka kita akan mendapatkan bagian dari apa yang telah menjadi janji dari hadits ini, yang berupa kemuliaan dan penghargaan. Oleh karena itu, sampaikanlah pada para pasukan satu persatu, bahwa kemenangan besar yang akan kita capai ini, akan menambah ketinggian dan kemuliaan Islam. Untuk itu, wajib bagi setiap pasukan, menjadikan syariat selalu didepan matanya dan jangan sampai ada diantara mereka yang melanggar syariat yang mulia ini. Hendaknya mereka tidak mengusik tempat-tempat peribadatan dan gereja-gereja. Hendaknya mereka jangan mengganggu para pendeta dan orang-orang lemah tak berdaya yang tidak ikut terjun dalam pertempuran”
Benteng kota Konstatinopel memang sulit ditembus, selain di sisi luar benteng pun dilindungi oleh parit 7 m. Dari sebelah barat melalui pasukan altileri harus membobol benteng dua lapis, dari arah selatan laut Marmara pasukan laut harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani dan dari arah timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa lewat.
Berhari-hari hingga berminggu-minggu benteng Byzantium tak bisa jebol, kalaupun runtuh membuat celah pasukan Constantine mampu mempertahankan celah tersebut dan dengan cepat menumpuk kembali hingga tertutup. Usaha lain pun dicoba dengan menggali terowongan di bawah benteng, cukup menimbulkan kepanikan kota, namun juga gagal. Hingga akhirnya sebuah ide yang cemerlang muncul. Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui selat Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang. Alhasil, hanya dalam semalam, 70-an kapal bisa memasuki wilayah selat Golden Horn.
29 Mei, setelah sehari istirahat perang Muhammad II kembali menyerang total, diiringi hujan dengan tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian Army di lapis kedua dan terakhir pasukan Yanisari.
Giustiniani sudah menyarankan Constantine untuk mundur atau menyerah tapi Constantine tetap konsisten hingga gugur di peperangan. Kabarnya Constantine melepas baju perang kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa hingga tak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.
Ketika Konstantinopel telah jatuh ke tangan pasukan Islam, penduduk kota berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia, dan Sultan Muhammad II memberi perlindungan kepada semua penduduk, baik Islam, Yahudi ataupun Kristen. Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya.
Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan salat wajib sejak baligh dan separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan salat tahajjud sejak baligh. Hanya Sultan Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan salat wajib, tahajud dan rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.
Suatu hari timbul permasalahan kecil ketika pasukan islam hendak melaksanakan shalat jum’at untuk yang pertama kalinya di kota itu yaitu, “Siapakah yang layak menjadi imam shalat jum’at?”
Tak ada jawaban. Tak ada yang berani yang menawarkan diri. lalu Muhammad Al Fatih tegak berdiri. Beliau meminta kepada seluruh rakyatnya untuk bangun berdiri.
Kemudian beliau bertanya, “Siapakah diantara kalian yang sejak remaja, sejak akhil baligh hingga hari ini pernah meninggalkan meninggalkan shalat wajib lima waktu, silakan duduk!”
Tak seorangpun pasukan islam yang duduk. Tentara islam pimpinan Muhammad Al Fatih sejak masa remaja mereka hingga hari itu, tak pernah satu kali pun meninggalkan shalat fardhu.
Lalu Muhammad Al Fatih kembali bertanya, “Siapa diantara kalian yang sejak baligh dahulu hingga hari ini pernah meninggalkan shalat sunah rawatib? Kalau ada yang pernah meninggalkan shalat sunah sekali saja silakan duduk!”.
Sebagian pasukan kemudian duduk, artinya, pasukan islam sejak remaja mereka ada yang teguh hati, tidak pernah meninggalkan shalat-shalat rowatib. Namun ada yang pernah meninggalkanya. Betapa kualitas karakter dan keimanan mereka sebagai muslim sungguh bernilai tinggi, sungguh jujur, pasukan islam pimpinan Al Fatih.
Muhammad Al Fatih kembali bertanya: “Siapa diantara kalian yang sejak masa akhil baligh sampai hari ini pernah meninggalkan shalat tahajud di kesunyian malam? Yang pernah meninggalkan atau kosong satu malam saja, silakan duduk!”
Semua yang tadinya berdiri segera duduk. Hanya ada seorang saja yang tetap tegak berdiri. Siapakah dia? dialah, Sultan Muhammad Al Fatih, sang penakluk benteng super power Byzantium Konstantinopel. Beliaulah yang pantas menjadi imam shalat jumat hari itu. Karena hanya Al Fatih seorang yang sejak remaja selalu mengisi butir-butir malam sunyinya dengan bersujud kepada Allah SWT, tidak pernah kosong atau absen semalampun.
Sebagai sebuah wasiat untuk anaknya yang akan meneruskan kepemimpinan, maka Al Fatih menyampaikan wasiat kepada anaknya:
“Aku sudah diambang kematian. Tapi aku berharap aku tidak kawatir, karena aku meninggalkan seseorang sepertimu. Jadilah seorang pemimpin yang adil, shalih dan penyayang. Rentangkan pengayomamu untuk rakyatmu, tanpa kecuali, bekerjalah untuk menyebarkan islam. Karena sesungguhnya itu merupakan kewajiban para penguasa di muka bumi. Dahuluklan urusan agama atas apapun urusan lainnya. Dan janganlah kamu jemu dan bosan untuk terus menjalaninya. Janganlah engkau angkat jadi pegawaimu mereka yang tidak peduli dengan agama, yang tidak menjauhi dosa besar, dan yang tenggelam dalam dosa. Jauhilah olehmu bid’ah yang merusak. Jagalah setap jengkal tanah islam dengan jihad. Lindungi harta di baitul maal jangan sampai binasa. Janganlah sekali-kali tanganmu mengambil harta rakyatmu kecuali dengan cara yang benar sesuai ketentuan islam. Pastikan mereka yang lemah mendapatkan jaminan kekuatan darimu. Berikanlah penghormatanmu untuk siapa yang memang berhak.”
“Ketahuilah, sesungguhnya para ulama adalah poros kekuatan di tengah tubuh negara, maka muliakanlah mereka. Semangati mereka. Bila ada dari mereka yang tinggal di negeri lain, hadirkanlah dan hormatilah mereka. Cukupilah keperluan mereka.”
“Berhati-hatilah, waspadalah, jangan sampai engkau tertipu oleh harta maupun tentara. Jangan sampai engkau jauhkan ahli syari’at dari pintumu. Jangan sampai engkau cenderung kepada pekerjaan yang bertentangan dengan ajaran islam. Karena sesungguhnya agama itulah tujuan kita, hidayah itulah jalan kita. Dan oleh sebab itu kita dimenangkan.”
“Ambilah dariku pelajaran ini. Aku hadir ke negeri ini bagaikan seekor semut kecil. Lalu allah memberi nikmat yang besar ini. Maka tetaplah di jalan yang telah aku lalui. Bekerjalah untuk memuliakan agama islam ini, menghormati umatnya. Janganlah engkau hamburkan uang negara, berfoya-foya, dan menggunakannya melampaui batas yang semestinya. Sungguh itu semua adalah sebab-sebab terbesar datangnya kehancuran.”
Muhammad al-fatih adalah sebuah keperibadian yang luar biasa. Seorang pemimpin negara yang cerdas sekaligus sebagai pemimpin perang yang tangguh bagi para tentaranya di medan pertempuran. Disisi lain dia juga seorang ‘alim dan tawadduk dalam hidupnya. Selalu mengutamakan urusan agama diatas urusan dunia. Selalu mendirikan pilar-pilar agama atas diri, tentara dan rakyatnya, baik itu yang wajib ataupun yang sunnah.

Al-Fatih adalah seorang pemimpin idaman umat masa kini. Wallahua’lam...
(di ambil dari sebuah artikel)