Minggu, 30 November 2014

Mendidik Anak yang Efektif

Mulai dari sejak kecil
Mulai dari sejak kecil
Setiap pasangan suami istri pasti mendambakan hadirnya seorang buah hati di tengah-tengah kehidupan mereka. Seorang buah hati berupa anak keturunan harapan dan penerus keluarga yang akan penghibur mereka dikala lelah dan susah, penjaga mereka dikala tua dan yang mendo’akan mereka dikala mereka sudah tidak ada lagi di muka bumi. Bahkan tidak jarang orang menempuh berbagai cara untuk mendapatkan anak disebabkan kegelisahan dan kehaawatiran mereka karena tak kunjung-kunjung mendapat keturunan padahal mereka sudah menjalani kehidupan berumah tangga bertahun-tahun lamanya.
Namun yang menjadi sangat ironi ditengah-tengah masyarakat kita adalah banyak pasangan suami istri saat dipercaya dan diamanahi oleh Allah untuk mendapatkan anak, mereka tidak menjaga dan memeliharanya dengan baik, malah mengabaikannya begitu saja dan yang lebih menyedihkan lagi adalah banyak anak-anak yang ditelantarkan oleh orang tua mereka seperti yang kita saksikan di berita-berita yang menghiasi acara televisi saat ini. supaya perlu difahami oleh semua orang tua bahwa penjagaan dan pemeliharaan tersebut tidak hanya bersifat meteril saja namun dari sisi spirituilnya pun tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan.
Menjadi keprihatinan dan perhatian kita bersama bahwa saat ini kita bisa saksikan bagaimana pola hidup berkeluarga di kampung-kampung, di desa-desa dan lebih khusus lagi di perkotaan yang merupakan kehidupan yang mengukur segala sesuatu dari sisi materi saja atau biasa disebut dengan hidup materialis. Fenomena ini terjadi tidak terlepas dari arus budaya-budaya luar yang memasuki masyarakat kita yang disebar melalui media-media masa dan ilmu pengetahuan. Peradaban yang kita maksudkan adalah peradaban negara-negara maju seperti barat dan eropa yang mana basis peradabannya adalah rasionalis materialis. Peradaban tersebut pada akhirnya mempengaruhi masyarakat kita dalam banyak sisi yang salah satunya adalah tata cara dalam mendidik anak.  
Kembali kepermasalahan awal bahwa orang tua dalam kehidupan anak memiliki peran yang sangat penting. Orang tua tidak hanya mencukupi kebutuhan jasmani saja, menyekolahkan anak di sekolah paporit, mengkursuskan anak pada pelajaran-pelajaran tertentu dan memberikan fasilitas yang lengkap, namun untuk mengantarkan anak menjadi anak yang berprestasi maka harus menyentuh sisi-sisi kerohanian anak juga. Karena sudah banyak kita dengar dan saksikan seorang anak yang stess kemudian mengambil jalan yang salah ketika memiliki masalah yang tidak bisa diselesaikan, seperti minuman keras, narkoba dan bahkan bunuh diri padahal hidupnya penuh dengan kemewahan, atau seorang anak memiliki kecerdasan yang luar bisa secara intlektual namun dari sisi moral sangat kurang sehingga dia terjerumus pada pergaulan bebas yang pada akhirnya menggiringnya kepada dampak yang pertama diatas.
Islam adalah agama paripurna, yang tidak hanya melihat manusia dari sisi jasmaninya saja namun dari sisi rohani pun menjadi perhatian yang sangat urgen dan pokok. Islam juga memiliki perhatian besar akan pentingnya memberikan pendidikan yang benar kepada anak supaya mereka kelak menjadi anak-anak yang tangguh dan tegar menghadapi setiap cobaan yang menghadang, sebagaimana difirmankan Allah SWT. dalam Al-Qur’an:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا )النساء: 9(
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka yang mereka hawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh karena itu, hendaknya mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS. An-Nisa’: 9)
Untuk mengantarkan anak-anak menjadi anak yang berprestasi, setidaknya ada lima hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh semua orang tua untuk mencapai tujuan tersebut.
Pertama, Memberikan uswah kepada anak
Sebagai orang tua, selain memerintahkan dan menyuruh anak untuk rajin ibadah, belajar dan mengerjakan perbuatan baik lainnya, orang tua juga hendaknya terlebih dahulu memberikan contoh kepada anak-anaknya karena bagaimana pun memberikan contoh tauladan yang baik lebih cepat membekas dari pada sekedar perintah semata. Sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا... )التحريم: 6(
Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka…” (QS. At-Tahrim: 6)
Maksud dari ayat diatas adalah supaya seorang yang beriman (orang tua) hendaknya memulai dari dirinya sendiri memberikan contoh tauladan yang baik kepada keluarganya dan kemuadian setelah itu menyeru mereka untuk melakukannya.
Kedua, Mengkondisikan lingkungan rumah yang nyaman dan kondusif
Situasi dan kondisi rumah memiliki peran penting juga dalam menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif bagi se-isi rumah, dan lebih khusus lagi bagi anak-anak untuk belajar. Rumah tidak perlu mewah dan megah namun cukup menjaga kebersihan, kerapian dan keindahannya serta menjauhkan dari kebisingan dan keributan baik dari dalam rumah ataupun dari luar rumah (seandainya bisa diusahakan) akan menjadikan anak merasa betah dan konsen dalam belajar di rumahnya sendiri. Sehingga pantas sekali mahfuzhot arab menggambarkan hal demikian dengan ungkapan,
 بَيْتِي جَنَّتِي “Rumahku adalah surgaku”  
Ketiga, Mengontrol ibadah anak
Sebagaimana disinggung dari sejak awal bahwa penjagaan anak tidak hanya terhenti pada unsur jasmani saja, namun keduanya harus seimbang dan tidak bisa dipisahkan, keduanya harus mendapatkan perhatian yang sama.
Ibadah kepada Allah adalah kebutuhan rohani setiap manusia karena ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan datang dari dalam diri manusia, bukan semata-mata karena materi yang dirasakan oleh jasmani manusia. Ibadah shalat dalam syari’at islam adalah hal yang paling utama dilakukan.   
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ (رواه أبو داود 1/ 133 )
“perintahkanlah anak-anak kalian untuk mendirikan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (dengan tidak menyakiti. pent) disebabkan karena mereka enggan mendirikan shalat saat berumur sepuluh tahun dan pisahkan tenpat tidur mereka” (HR. Abu Daud)
Keempat, Mengajarkan anak menghargai waktu dan berdisiplin.
Ajak duduk sambil memberi nasihat Tanamkan pada diri anak supaya hidup disiplin dan menghargai setiap waktu yang dilewatkan setiap hari.  
Kelima, Memerintahkan anak untuk memilih teman yang baik.

يَا بُنَىَّ اخْتَرِ الْمَجَالِسَ عَلَى عَيْنِكَ، وَإِذَا رَأَيْتَ قَوْماً يَذْكُرُونَ اللَّهَ فَاجْلِسْ مَعَهُمْ، فَإِنَّكَ إِنْ تَكُنْ عَالِماً يَنْفَعْكَ عِلْمُكَ، وَإِنْ تَكُنْ جَاهِلاً يُعَلِّمُوكَ، وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِمْ بِرَحْمَةٍ فَيُصِيبَكَ مَعَهُمْ، وَإِذَا رَأَيْتَ قَوْماً لاَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ فَلاَ تَجْلِسْ مَعَهُمْ، فَإِنَّكَ إِنْ تَكُنْ عَالِماً لاَ يَنْفَعْكَ عِلْمُكَ، وَإِنْ تَكُنْ جَاهِلاً زَادُوكَ غَيًّا، وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِمْ بِعَذَابٍ فَيُصِيبَكَ مَعَهُمْ
“Wahai anakku, pilihlah teman duduk (bergaul)mu!. Jika kamu menemukan suatu kaum (atau teman) yang selalu ingat kepada Allah (shalih) maka jadikanlah ia teman bergaulmu, karena jika kamu berilmu, maka dia akan memanfaatkan ilmumu untuk kebaikan dan jika kamu orang yang tidak berilmu, maka dia akan mengajarimu kebaikan. Semoga Allah menurunkan rahmat kepada mereka dan kamu ikut mendapatkan ramhat tersebut. Dan jika kamu menemukan suatu kaum (atau teman) yang tidak mau mengingat Allah, maka jangan jadikan dia sahabatmu karena jika kamu berilmu dia tidak mengambil manfaat dari ilmumu dan jika kamu orang yang bodoh, maka dia akan menjadikanmu bertambah bodoh. Boleh jadi Allah menurunkan azab kepada mereka saat itu dan kamu ikut terkena azab tersebut.


Memiliki yang Hilang

Biasakan memberi
Biasakan memberi
Suatu hari Rasulullah SAW. dihadiahi seekor kambing oleh sahabat kemudian beliau menyembelihnya, lalu memerintahkan anaknya Fatimah ra. untuk menyedekahkan daging kambing tersebut kepada orang-orang di sekitar madinah. setelah beberapa saat kemudian Rasulullah SAW. bertanya kepada Fatimah mengenai apakah dia sudah menyedekahkan daging kambing itu. Fatimah pun menjawab, 'tidak ada yang kita miliki sekarang wahai Ayah (Rasulullah) kecuali daging lehernya saja (kerana semuanya sudah disedekahkan). Rasulullah bersabda, 'tidak wahai anakku. semuanya adalah milik kita kecuali daging lehernya itu'. dikutip dari buku Futuwah. 
Milik kita yang hakiki adalah apa yang kita berikan kepada saudara kita bukan apa yang masih kita pegang atau simpan.

Mengontrol Emosi

Melatih kesabaran
Melatih kesabaran
Dikisahkan dalam sebuah peperangan melawan orang-orang kafir, sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. berhadapan langsung melawan seorang penentang islam kelas kakap. Setelah lama bertarung melawannya. Sang penentang itu kalah dan terjatuh di tanah tak berdaya. Tanpa menunggu lama sayyidina Ali ra. langsung menghunuskan pedangnya di leher sang penentang. Namun ketika hendak menebaskan pedangnya, sang penentang islam itu meludahi sayyidina Ali dan mengenai wajah beliau. Kemudian saat itu juga sayyidina Ali langsung melepaskan sang penentang dan tidak jadi membunuhnya. Melihat kejadian yang aneh itu, para sahabat yang lain heran atas sikap Ali dan kemudian bertanya apa sebabnya beliau tidak langsung memenggal leher penentang itu dengan mudahnya. Sayyidina Ali ra. pun menjawab, “saya takut kalau niat saya membunuh orang itu bukan karena penentangannya terhadap islam, tapi karena kebencian saya kepadanya karena sudah meludahi muka saya.” Oleh sebab itu beliau melepaskannya. beliau takut membunuhnya bukan semata-mata kerena Allah SWT. Dengan kejadian itu sang penentang pun takjub terhadap ajaran islam yang mengajarkan akan hal tersebut kepada pemeluknya dan dia pun tertarik untuk masuk kepada islam. Subhanallah..
Hendaklah kita mendasari setiap sikap dan perbuatan kita dengan niat hanya karena Allah SWT. Termasuk dalam hal benci dan cinta kepada sesama mahluk-Nya.

Menjadi Teladan Bagi Anak

Teladan anak
Teladan anak
Kira-kira jam 03.55 pagi, seorang anak kecil berumur 5 tahun terbangun dari tidurnya. Dari dalam kamarnya, ia mendengar suara azan subuh dikumandangkan dari mushalla yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Ia pun beranjak menuju kamar ayah ibunya untuk minta diantar pergi sholat ke mushalla. Setelah berada dikamar orang tuanya, anak itupun menarik-narik selimut bapaknya,
“Pa. pa. antar Ali ke mushalla!” panggilnya dengan gayanya polosnya.
Ayahnya belum juga mau bangun dari tidur nyenyaknya.
“Pa. pa. antar Ali ke mushalla” panggilnya lagi berulang-ulang. 
Akhirnya ayahnya pun terbangun sambil mengucek kelopak matanya.
“ada apa sayang?” kata ayahnya menahan kantuk.
“antar Ali ke mushalla” pintanya.
“ini masih gelap dan sepi, sayang. Ayo kembali ke kamarnya. Nanti kalau sudah terang papa ajak jalan-jalan.” Tolak ayahnya halus.
Melihat wajah ayahnya yang masih mengangguk-ngangguk menahan kantuk, anak itupun kembali ke kamarnya dengan perasaan kecewa. Di kamarnya dia tidak bisa tidur, dia selalu teringat dengan nasehat ibu gurunya di TK tentang manfaat sholat subuh berjamaah di mushalla. Ibu gurunya bilang, ‘anak yang shalat subuh berjama’ah di mushalla adalah ciri anak yang pintar dan rajin.’ Dalam hatinya, dia ingin menjadi anak pintar dan rajin. kalimat itu terus terngiang-ngiang ditelinganya yang menyebabkan matanya tidak bisa dipejamkan sampai pagi menjadi terang. 
Keesokan harinya, setelah mendengar azan subuh dikumandangkan. Anak itu kembali membangunkan ayahnya minta agar diantarkan ke mushalla. Namun kembali ia menanggung rasa kecewa karena jawaban ayahnya hampir sama dengan jawaban kemarin dan begitu juga pada hari ketiga dia kembali mendapatkan jawaban yang sama. Hatinya sangat kecewa dan kesal. Dalam hatinya dia selalu berharap menjadi anak yang pintar dan rajin seperti nasehat ibu gurunya. 
Pada hari keempat, ia bertekat dan nekat untuk harus bisa pergi ke mushalla. Setelah mendengar azan subuh dikumandangkan, anak itu terbangun dari tidurnya. Setelah merasa rapi dengan pakaian shalatnya, ia beranjak menuju pintu depan rumah. Ia mencoba membuka pintu sedikit saja sambil mengintip ke arah jalan dari dalam. Dalam hatinya ada rasa takut karena suasana masih gelap dan sepi. Dalam pengintipannya, dia berharap akan ada orang lewat yang bisa diikutinya dari belakang menuju musholla. Tak beberapa lama, harapannya pun terjawab. Seorang kakek tua bungkuk berjalan membawa lampu gantung ditangannya dengan memakai peci dan sajadah dipundaknya. Si anak yakin kalau si kakek tua itu akan pergi ke musholla. Ia pun dengan sigap keluar mengikuti dari belakang tanpa diketahui oleh si kakek. Kejadian ini selalu dilakukannya setiap pagi saat shalat subuh tiba tanpa sepengetahuan orang tuanya yang masih tertidur pulas. Ia sengaja tidak memberi tahu mereka supaya dia tidak dilarang pergi ke mushalla.
Setelah hampir satu bulan berjalan, ayah dari si anak baru saja pulang dari tempat melayat orang meninggal di desanya. Si Ayah bercerita kepada istrinya tentang orang yang meninggal tersebut saat duduk bersama menonton TV dengan anaknya. Setelah selesai bercerita, tiba-tiba sang anak menangis histeris dan terisak-isak. Orang tuanya terheran-heran dan bingung terhadap tingkah laku anaknya yang terjadi secara tiba-tiba. Lama mereka memenangkan anaknya supaya berhenti menangis dan hingga pada akhirnya anak itupun bisa terdiam setelah hampir setengan jam menangis karena kelelahan. Kedua orang tuanya pun mendekatinya untuk menenangkan dan bertanya apa sebabnya menangis.
“ada apa sayang, kok tiba-tiba menangis? Papa kan gak pernah marahin dek Ali.” Tanya ayahnya sambil mengelus-ngelus rambutnya yang lembut.
“iya.. ceritain papa dan mama dong. Ali kan anak yang paling papa dan mama sayang.” Tegas ibunya meyakinkan anaknya.
Sambil menahan dadanya yang masih seguguan karena baru selesai menangis, anak itupun memandang ayah dan ibunya yang tersenyum kepadanya. 
“Pa.. yang ninggal itu, (adalah) kakek yang tiap subuh Ali ikuti dibelakangnya pergi ke musholla. Trus kalo besok subuh, siapa yang Ali ikuti pergi ke mushalla. Ali gak ada teman lagi pa!!” ia kembali menangis.
Setelah mendengar cerita anaknya. Kedua orang tuanya pun kaget dan tidak mengira kalau anaknya selama ini saat shalat subuh pergi kemusholla mengikuti kakek tua yang tadi sudah dimakamkan tanpa sepengetahuan mereka berdua. Mereka merasa bersalah dan berdosa terhadap anaknya yang pintar dan rajin itu.

Sabtu, 29 November 2014

Selalu bersyukur dalam segala kondisi

Setelah penderitaan ada kemudahan
Setelah penderitaan ada kemudahan
Selalu bersyukur,,,
Al-kisah:
Dahulu kala, di negara Tiongkok ada sebuah kerajaan besar dan makmur yang memiliki raja yang sangat tangguh dan perkasa. suatu ketika, sang raja pergi berburu rusa bersama perdana mentri dan prajuritnya dengan menunggang kuda ke hutan belantara yang begitu lebat. saat asik dalam perburuannya sang raja mengalami kecelakaan yaitu terjatuh dari kudanya sehingga mengakibatkan jari ibu jarinya putus. Ketika sang raja dalam keadaan kesal dan marah pada dirinya sendiri karena tidak hati-hati saat menunggang, seorang perdana mentrinya datang untuk menenangkan sang raja. Dia berkata: ‘Paduka raja seharusnya besyukur dengan hilangnya ibu jari paduka karena yang hilang hanya ibu jari saja. Bagaimana seandainya yang hilang itu nyawa paduka yang lebih berharga dari segala-galanya.’ Mendengar kata-kata perdana menterinya sang raja tambah marah dan geram. Dengan muka yang merah padam sang raja berkata kepada prajuritnya: ‘Prajurit, tangkap perdana mentri ini dan jebloskan ia kedalam penjara seumur hidup. Saya tidak butuh dia lagi.’ Perdana mentri itupun dimasukkan ke penjara seumur hidup karena nasehatnya yang kurang ajar menurut sang raja dan saat itupun sang raja mengangkat perdana mentri baru untuk menggantikannya. Setahun setelah kejadian itu, sang raja pun pergi berburu lagi bersama perdana mentrinya yang baru dan para prajuritnya. Dalam perburuannya ditengah hutan belantara, sang raja dan perdana mentrinya yang baru terpisah dari prajuritnya. Mereka berdua tersesat tidak mengetahui arah. Dalam pencarian mereka untuk pulang, mereka tertangkap oleh suku-suku primitip ditengah hutan. Saat mereka dihadapkan ke kepala suku orang perimitip itu. Sang kepala suku memerintahkan kepada anak buahnya untuk melempar mereka berdua kedalam kawah gunung merapi sebagai persembahan dan tumbal untuk para dewa mereka supaya gunung merapi tidak meletus. Saat upacara persembahan sudah siap dan tinggal menunggu detik-detik pelaksanaan sang kepala suku memerintahkan kepada anak buahnya untuk memeriksa tubuh mereka berdua (raja dan perdana mentri). Setelah diperiksa, sang anak buah melapor kepada kepala suku bahwa salah satu tumbalnya ada yang cacat yaitu ibu jarinya tidak ada. Sang kepala suku pun memerintahkan agar melepas tumbal yang cacat karena para dewa mereka tidak akan menerima persembahan yang tidak sempurna. Akhirnya tumbal yang cacat (raja) dilepas dan hanya satu saja yang dipersembahkan (yaitu perdana mentri) dilemparkan kedalam kawah yang menyala. Sang raja dilepas dan dibiarkan pergi oleh orang-orang primitip tersebut. Setelah beberapa minggu mencari arah pulang dengan susah payah, akhirnya sang raja sampai di kerajaannya. Saat sampai di istana sang raja langsung memerintahkan kepada anak buahnya untuk mengeluarkan perdana mentrinya yang lama dan disuruh langsung menghadap kepadanya. Setelah sang perdana mentri dihadapkan, sang raja menceritakan semua pengalaman pedih yang dirasakannya saat berburu dan sang raja berkata kepada perdana mentrinya yang lama itu: ‘betul nasehatmu, saya harus bersyukur dengan hilangnya ibu jari saya karena dengannyalah saya terbebas dari persembahan dan tumbal orang-orang primitip itu. Saya minta maaf atas kehilafan saya kepadamu,’ Dan sang perdana mentri juga berkata kepada sang raja: ‘saya juga bersyukur dipenjara oleh paduka raja karena seandainya saya tidak dipenjara berarti saya yang mati menjadi tumbal dan dilempar kedalam kawah itu, tapi saya digantikan oleh perdana mentri yang baru. Oleh karena itu, saya juga sangat bersyukur dan berterima kasih kepada paduka.’ Setelah kejadian itu, sang raja mengangkat kembali perdana mentri lamanya sebagai perdana mentri lagi dan sekaligus sebagai penasehatnya pribadinya. 


Jumat, 28 November 2014

Perjalanan Workshop PKU VII Gontor 2014

Masjid Darunnajah Jaksel
Masjid Darunnajah Jaksel

Subhanallah, tidak terasa sekarang (Jum’at, 20 Februari 2014) perjalanan saya dan teman-teman sudah mencapai 14 hari, berawal pada hari Jum’at, 7 Februari 2014 dua minggu lalu. Berikut ini tempat-tempat yang kami singgahi selama perjalanan:
1.        Asrama Haji
2.        Kantor Majalah Hidayatullah
3.        Universitas Erlangga
4.        Institute Tehnologi Sepuluh November
5.        STAIL Hidayatullah
6.        Ma’had Aly Umar Bin Khattab
7.        YDSF Surabaya
8.        Ma’had Firqotun Najiyah
9.        UIN Malang
10.    Universitas Negeri Malang (UM)
11.    Unibraw
12.    Ta’mirul Islam Solo
13.    Universitas Muhammadiyah Surakarta
14.    Ma’had Al-Hamidi (Muhammadiyah) Jogja
15.    UGM Jogja
16.    Persis Jawa Barat
17.    Ponpes Darussalam Tasikmalaya
18.    STAI Tasikmalaya
19.    Ponpes al-Basyariyah
20.    Darut Tauhid (AaGym)
21.    Masjid at-Taqwa Bandung
22.    Darun Najah
23.    Darul Qur’an (Yusuf Mansur)
24.    Universitas az- Ziadah
25.    IIQ Jakarta (Institut Ilmu al-Qur’an)
26.    MUI Pusat Jakarta Pusat
27.    MIUMI
28.    Kantor Majalah Hidayatullah Jakarta
29.    Kantor Pusat Koran Republika
30.    UNJ (Universitas Negeri Jakarta)
31.    IBF Jakarta Pusat
32.    Gelora Bung Karno (GOR)
34.  Pon-Pes Darussalam Garut