Jumat, 08 Januari 2016

Membangun Tradisi Keislaman Dan Keunggulan Berbasis Sistem Kampus Terintegrasi (Pengalaman Universitas Darussalam Gontor)

Gontor
Universitas Darussalam Gontor
By: Dr. Khalid Muslih, dkk.
      A.   Pendahuluan
Dalam penciptaan alam semesta ini, beragam makhluk; Malaikat, Jin, Manusia, Hewan, benda Padat, benda Cair, dan Gas, telah dicipta oleh Allah. Namun demikian diantara makhluk-makhluk tersebut manusia merupakan sentral penciptaan, dimana suluruh makhluk dicipta untuk mendukung tugas manusia sebagai khalifah di bumi.
Bila Malik bin Nabi –seorang pemikir al-Jazair- menformulasikan elemen peradaban dengan = Manusia + Tanah + Waktu, maka unsur manusia adalah unsur utamanya. Tanah bisa dikendalikan, sementara waktu yang telah berlalu, meskipun tidak bisa dikembalikan, namun bisa disiasati dan diantisipasi. Sehingga dapat dipastikan bahwa manusia merupakan unsur terpenting dalam peradaban. Warna manusialah yang akan mempengaruhi warna peradaban yang akan di bangun.
Untuk menjadi manusia yang ideal dam unggul yang mampu mengemban risalah khilafah dengan baik, bukanlah sesuatu yang given (pemberian Tuhan), namun hal yang harus diupayakan. Sehingga upaya pembentukan Insan Kamil merupakan prioritas utama dari proyek besar peradaban dan merupakan langkah awal dan utama dari proses kerja khilafah.
Tulisan berikut berupaya memotretdengan jeli dan cermat model pembentukan manusia unggul berbasis Kampus Perguruan Tinggi Pesantren Ter-integrasi, sebagaimana digagas oleh Universitas Darussalam Gontor;yang tidak saja fokus pada pembentukan manusia dalam sisi kognetifnya, tapi dari segala sisinya sebagai “Manusia Mulia Seutuhnya, yang diserahkan kepadanya pengaturan dan pengendalian langit dan bumi sebagai khalifah.
Gagasan Model Kampus Terintegrasi ini, sejatinya adalah upaya untuk memadukan antara:
a.    Perguruan Tinggi dan Pesantren, sehingga menjadi Perguruan Tinggi Pesantren;
b.   Akademis (Pengajaran) dan Non Akademis (Pendidikan dan Pengasuhan) yang direcord melalui Indeks Prestasi Komulatif Integratif (Akademik dan Non Akademik.)
c.    Trilogi Lembaga Pendidikan yaitu: Rumah, Sekolah/Kampus, serta Lingkungan atau masyarakat.
d.   Juga antarabidang Pendidikan utamanya 8 yaitu: Pendidikan Spritual(at-tarbiyah ar-Ruhiyah,Akhlak (ar-tarbiyah al-akhlaqiyah), Pendidikan Akal (at-tarbiyah al-aqliyah), Pendidikan Sosial Kemasyarakatan (at-tarbiyah al-ijtima’iyah), Pendidikan Jasmani (at-tarbiyah al-jismiyyah), Pendidikan Kesenian (at-tarbiyah al-fanniyah), Pendidikan Kepemimpinan (at-tarbiyah al-qiyadiyyah) dan Pendidikan Keterampilan (tarbiyah ‘la al-maharaat).
Antara Perguruan Tinggi dan Pondok Pesantren, dan antara Trilogi Lembaga Pendidikan serta antara delapan bidang pendidikan ini dicoba untuk diintegrasikan dalam sebuah Sistem Kampus Terpadu dengan aktifitas dua puluh empat jam.Tujuannya, untuk menghasilkan para sarjana yang mencerminkan konsep “Insan Kamil”(manusia paripurna) yang mampu membawa angin perubahan dalam masyarakat. Berikut ulasan pengalaman Universitas Darussalam Gontor. 
B.    Dasar Pemikiran: Integrasi Dua Keunggulan (Pesantren dan Perguruan Tinggi)
1.   Keunggulan Pesantren: (Sejarah, Peran dan Keunikan Pondok Pesantren & Pondok Modern Darussalam Gontor)
Tidak dapat dipungkiri bahwa “Pesantren” atau yang lebih dikenal dengan “Pondok Pesantren” merupakan keunikan sistem pendidikan Indonesia yang diperkirakan telah ada sejak abad ke lima belas Masehi.  
Pondok Pesantren muncul sebagai reaksi dari dominasi pengaruh sistem pendidikan imperalisme yang saat itu sudah tidak dapat dibendung lagi. Para ulama’ yang menyadari akan bahaya pengaruh imperalisme yang secara jelas-jelas menghancurkan sendi-sendi nilai dan ajaran Islam tersebut kemudian memilih pergi ke daerah pedalaman, di sana mereka menetap dan membangun gubuk selanjutnya mengajar masyarakat sekitar tentang Islam, nilai-nilai Islam serta cara hidup yang Islami.
Keunikan pesantren sebagai salah satu model lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia juga merupakan keunikan kultur Islam di Indonesia yang sangat original (Indigenous Culture-Islamized).Hal ini tercermin dalam hal-hal berikut:
Pertama: Pesantren masih terkenal sebagai Lembaga terdepan dalam tafaqquh fi al-din yang melahirkan para Ulama’ di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa hampir seluruh ulama’ Indonesia yang berkaliber merupakan produk pesantren.
Kedua: Bersistem asrama; dimana para santri diharuskan menetap selama 24 jam bersama kyai. Berbeda dengan sekolah-sekolah pada umumnya para siswa-siswi berada di sekolah atau kampustidak lebih dari 6-10 jam saja.
Ketiga: Berbasis masyarakat. Ada hubungan yang kuat antara pesantren dan masyarakat, karena dimana terdapat sebuah pesantren (dimanapun saja berada), terjadi perubahan yang sangat signifikan terhadap masyarakat tersebut, terutama dalam sisi keislaman maupun sisi sosial.
Keempat: Teologis Religious. Hal yang juga menjadi perhatian utama pesantren adalah penanaman sisi keimanan (Aqidah) dan hidup beragama. Pesantren selalu berada dibarisan terdepan dalam memerangi hal-hal yang berkaitan dengan syirik dan praktek-praktek yang merusak Aqidah juga praktek-praktek kehidupan yang menyimpang dari ajaran Islam secara moral, terutama yang terkenal dengan "molimo" (5 hal yang tercela dan termasuk dosa besar dalam Islam yaitu: Mencuri, berjudi, berzina, minum-minuman keras, dan menkonsumsi candu (narkoba).
Kelima: Pesantren sangat menekankan pendidikan moral dan etik. Berbeda dengan sekolah, yang lebih mementingkan pengajaran (sisi kognetif) dari pada pendidikan.Pesantren lebih mengutamakan pendidikan yang lebih mengarah pada pembentukan moral dan karakter. Di dunia pesantren moral diajarkan melewati seluruh pelajaran, karena tujuan utama dari seluruh pelajaran adalah tertanamnya moral dan akhlak dalam diri para santri-santriwati. Tidak hanya itu, moral juga diajarkan melewati seluruh kegiatan dan aktifitas.  
Keenam: Di dunia pesantren seorang Kyai berperan sebagai figur sentral. Karena berdirinya pesantren sangat terkait dengan sosok kiyai, maka kiyai menjadi figur sentral, hal ini terjadi karena seorang kiyai memiliki kharisma yang tinggi serta keilmuan yang mampu menjadikannya teladan penuh dalam segala hal. Di dalam hal kepemimpinan selain kharisma dan haibah (wibawa) seorang kiyai juga biasanya memiliki kemampuan memimpinyang standar sehingga mampu menjadi pemimpin yang disegani dan bijak di kalangan pesantren.Beliau tidak saja ditaati oleh para santri dan seluruh penghuni pondok, tapi biasanya juga oleh masyarakat luas.   
Ketujuh: di samping itu pesantren sangat sarat dengan Jiwa berupa Nilai dan Filosofi. Berbeda dengan sekolah, pesantren didirikan diatas Jiwa, Nilai serta Filosofi yang sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai Islam.Dalam prosesnya pesantren berusaha menanamkan nilai-nilai, jiwa dan filosofi tersebut ke dalam diri dan pribadi santri, sementara sekolah hanya fokos pada pengajaran dan sisi kognetif dalam pendidikan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Pondok Pesantren yang ada di Indonesia telah memberikan kontribusi sebagai pusat pembinaan, pusat keilmuan, dan pusat dakwah dan pusat pengembangan masyarakat Indonesia. Dimana keberadaan Pondok Pesantren yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia secara merata, telah melahirkan para tokoh, pemimpin serta profesional di berbagai bidang.
Berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur pada tahun 1926, telah memberikan warna baru ke dalam sistem pendidikan dan pengajaran ke dalam pondok-pondok yang telah ada; dimana Pondok Modern Gontor telah mamasukkan sistem sekolah ke dalam Pesantren yang sejak berdirinya menerapkan sistem tradisional (standar pendidikan bertumpu pada kitab, tidak menggunakan sistem klasikal dan tidak mengajarkan ilmu-ilmu modern (sains).
Pondok Modern Darussalam Gontor juga telah memasukkan bahasa Arab dan Inggris sebagai perhatian utama pesantren. Bahasa Arab untuk menguasai ilmu-ilmu keislaman (Dirasat Islamiyah), sementara bahasa Inggris untuk menguasai ilmu-ilmu modern, yang menjadi sebab bagi kemajuan peradaban saat ini.
Jika rata-rata pesantren mengajarkan dan berpegang teguh pada satu madzhab, Pondok Modern Darussalam Gontor mengajarkan perbandingan madzhab-madzhab yang muktabar dalam Islam. Hal ini dimaksudkan agar para santri terbebas dari sifat fanatisme yang berlebihan dalam madzhab yang hingga kini memecah belah umat.
Hal lain yang juga menjadi keunikan Pondok Modern Gontor adalah berdiri diatas dan untuk semua golongan. Tentu saja yang dimaksud disini adalah golongan yang masih dalam koredor Ahlu Sunnah wal Jama'ah, serta mendidik santri dan santriwati agar menjadi perekat umat yang selalu berupaya untuk menyatukan umat yang secara realita saat ini dipecah-pecah oleh fanatisme golongan dan kelompok.
Dalam hal sistem, satu hal yang sangat menonjol dari Pondok Modern Gontor adalah "Wakaf". Sistem wakaf yang diterapkan dimulai dengan pewakafan Pondok sebagai hak milik pribadi kepada umat, sehingga Pondok Modern Gontor menjadi milik umat bukan lagi milik pribadi maupun keluarga. Sistem wakaf ini kemudian diterapkan dalam rekrutmen kader, dimana kader yang mengabdi di Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) telah  terlebih dahulu menyatakan kesiapannya untuk mewakafkan dirinya untuk kepentingan Pondok, turut serta memperjuangkan, memajukan, membela serta bertanggung jawab atas hidup dan matinya pondok. Dengan sistem ini diharapkan keberlangsungan pondok dapat terjaga hingga hari akhir kelak.  
2.   Keunggulan Perguruan Tinggi
Sementara ini, Perguruan Tinggi masih menjadi icon dan Pusat paling strategis dalam dunia riset Ilmiah. Beberapa Pusat Riset ternama ada dibawah Perguruan Tinggi. Ada beberapa Pusat atau Lembaga Riset (Penelitian) yang memang berada di luar Perguruan Tinggi, tapi dalam realitasnya, riset-riset tersebut sarat ditunggangi oleh kepentingan. Sementara riset-riset yang dilakukan dibawah Universitas, mayoritas bersifat obyektif, dalam bingkai metodologi ilmiah yang terstandarisasi.
Selain itu Perguruan Tinggi merupakan lembaga yang sangat lekat dengan rasionalitas dan empirisme. Bersifat rasional, karena hampir tidak ada rancangan, keputusan dan kegiatan kecuali didasarkan pada hasil kajian ilmiah, bukan di dasarkan atas praduka, khurafat maupun mitos. Dan bersifat empiris karena berorintasi pada hasil kajian yang dapat diukur secara ilmiah. 
Berbeda dengan sekolah menengah atau Pondok Pesantren, Perguruan Tinggi memiliki kelebihan yang signifikan yaitu adanya “Kebebasan Akademik”. Dunia Pesantren yang berkonotasi Pendidikan Menengah, masih dipenuhi dengan keterbatasan-keterbatasan dan batasan-batasan, karena fokus perhatian masih pada pendidikan karakter dan mental. Sementara Perguruan Tinggi fokus perhatiannya pada Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat, untuk itu kebebasan akademik dibuka seluas-luasnya, namun tetap dalam bingkai nilai-nilai keislaman, obyektifitas, keilmuan dan metodologi. Dalam arti kebebasan akademik yang tetap bertanggung jawab. 
Ciri lain yang menonjol dari Perguruan Tinggi adalah akses terhadap “Modernisasi”. Dimana Perguruan Tinggi rata-rata menjadi lembaga pertama yang paling cepat mengakses modernisasi, juga menjadi lembaga paling cepat memproduk modernisasi, baik dalam sekala pemikiran, sikap dan produk barang.
***
Universitas Darussalam mencoba untuk memadukan antara keunggulan yang dimiliki Pesantren dan keunggulan yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi, sehingga menjadi “Perguruan Tinggi Pesantren” yang mengintegrasikan antara beragam bidang:
a.   Bidang Pengajaran yang lebih dikenal dengan bidang Akademik, (yang menitikberatkan pada sisi kognetif), dan bidang Pendidikan serta Pengasuhan yang lebih dikenal dengan bidang Non Akademik yang menitik beratkan pada sisi psikomotorik dan afektif, atau sikap, mental, prilaku dan moral. 
Karena tujuan utama Perguruan Tinggi Pesantren adalah mewujudkan manusia seutuhnya yaitu “Insan Kamil”, maka bidang Pengajaran (akademis) merupakan bagian terkecil dari sarana mewujudkan tujuan diatas, sementara Pendidikan dan Pengasuhan mendapat porsi lebih besar daripada porsi pengajaran. Hal ini selaras dengan motto pendidikan Pondok Modern Gontor yaituat-tarbiyatu ahammu min at-taklim” (Pendidikan lebih Penting dari pengajaran). Walaupun demikian keduanya didesain memiliki keterkaitan secara sistemik untuk bersama mewujudkan tujuan pendidikan diatas. Semua kegiatan Akademik harus mendukung Non Akademik, sementara kegiatan non akademik juga tidak boleh menghambat tercapainya tujuan akademik. Apa yang dipelajari dalam bidang Akademik, mesti diperkuat dengan kegiatan Non Akademik.
Bidang akademik dikoordinasi oleh BAAK (Biro Administrasi Akademik), sementara bidang Non Akademik dikoordinasi oleh BANAK (Biro Administrasi Non Akademik). Jika Indeks Prestasi mahasiswa dalam bidang akademik direcord dalam Transkrip Nilai Akademik, maka semua Indeks Prestasi Non Akademikpun direcord dalam Transkrip Nilai Non Akademik. Perpaduan antara kedua transkrip nilai tersebut adalah cerminan Indeks Prestasi mahasiswa yang sebenarnya.  
b.   Trilogi Lembaga Pendidikan; Rumah, Kampus dan Lingkungan masyarakat
Dalam Perguruan Tinggi Pesantren, Mahasiswa dan seluruh civitas akademika berada dan tinggal dalam kampus, karena itu keberadaan kampus tidak hanya diposisikan sebagai sekolah; tempat menimba ilmu, tapi sekaligus menjadi rumah tempat tinggal. dan dari hasil interaksi antar mahasiswa dan mahasiswa dengan dosen, mahasiswa dengan tenaga kependidikan, antara dosen dengan dosen, dosen dengan mahasiswa, dosen dengan tenaga kependidikan dan seterusnya terbentuk sebuah lingkungan masyarakat dalam satu waktu.
Asrama, dalam Perguruan Tinggi Pesantren (UNIDA Gontor) difungsikan sebagai rumah, dimana asrama dibagi ke dalam kamar-kamar, dan setiap kamar ditentukan penanggung jawab (ketua kamar), dan setiap tiga kamar yang jumlahnya berkisar 30 mahasiswa dibimbing oleh Dosen Wali yang akan berfungsi menjadi pembimbing mereka selama menjalani kehidupan sebagai mahasiswa. Dosen wali ini dibantu oleh dua asisten dari mahasiswa pascasarjana dan para staff UNIDA Gontor.
Dosen wali beserta asistennya mengadakan pertemuan rutin minimal seminggu sekali untuk mentahsin bacaan dan hafalan al-Qur’an anggotanya, mengadakan kajian dan menyampaikan arahan, mengontrol perkembangan mahasiswa bimbingannya, serta membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh anggotanya. Intinya Dosen Wali berfungsi sebagai orang tua bagi mahasiswa yang berada dalam bimbingannya dalam bidang Non Akademik, sementara dalam bidang akademik mahasiswa dibimbing oleh Dosen Pembimbing Akademik.

c.   Integrasi Bidang Pendidikan: Spiritual, Akhlak, Akal, Jasmani, Seni, Kemasyarakatan, Kepemimpinan dan Keterampilan.
Tidak hanya kognetif, sasaran sistem kampus terpadu ini adalah internalisasimulti bidang pendidikan secara integratif: Spiritual, Akhlak, Jasmani, Seni, Sosial-Kemasyarakatan, Kepemimpinan dan Ketrampilan.
Materi di kelas misalnya, tidak hanya bertujuan untuk mencapai target target kognetif saja, akan tapi sedapat mungkin dapat diarahkan untuk menginternalisasikan nilai-nilai moral (akhlak), kepemimpinan, sosial kemasyarakatan dan ketrampilan, bahkan seni dan spiritual. Demikian pula kegiatan yang sangat bernuansa spiritual seperti shalat misalnya, tidak terlepas dari tujuan pendidikan akal, dengan mengadakan ceramah setelah shalat yang bertujuan untuk menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam ritual ibadah tersebut, sehingga dapat menyentuh sisi akal dan logika. Artinya semua kegiatan tidak hanya didesain untuk merealisasikan satu satu bidang pendidikan saja, akan tetapi diharapkan dapat merealisasikan multi tujuan.

Dengan formulasi model dan sistem yang unik seperti ini diharapkan Perguruan Tinggi Pesantren mampu meraih keunggulan IMTAQ (Iman dan Taqwa) dan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) sekaligus, memadukan antara nilai-tradisi dan modernisasi. Kuat dalam prinsip dan adaptip terhadap kemajuan. 

1 komentar: