Jumat, 19 Desember 2014

Prinsip Dalam Membangun Keluarga

Keluarga Islami
Keluarga Islami
TAUHID: PRINSIP KELUARGA*

A.  Pendahuluan
Setiap manusia pasti dilahirkan dari sepasang laki-laki dan perempuan yaitu kedua orang tua yang melahirkan anak manusia tersebut. Terjalinnya hubungan antara keduanya merupakan hubungan emosional yang menyatukannya memiliki tujuan yang sama untuk mencapai kepuasan dan kebahagiaan berdua. Hubungan emosional itu pun mengikat keduanya untuk menjalin hubungan yang lebih inten dan erat lagi yang biasa di kenal dengan istilah keluarga.
Keluarga merupakan satu hubungan yang sangat sakral dalam islam, hubungan yang tidak hanya tempat melampiaskan hawa nafsu semata sebagaimana yang terjadi pada binatang. Oleh karenanya banyak syari’at-syari’at islam yang mengatur tentang kehidupan berkeluarga atau berumah tangga. Persepsi keluarga dalam pandangan islam berbanding terbalik dengan persepsi keluarga dalam pandangan orang luar islam, terutama negara-negara barat. Mereka menganggap lembaga keluarga sebagai tirani yang menghalangi dan mengekang kebebasan mereka berekpresi sehingga dalam hubungan mereka jarang sekali ditemukan keluarga yang benar-benar utuh menjalankan fungsi-fungsi dalam berkelurga.
Oleh kerena itu, dalam pembahasan ini akan dipaparkan bagaimana kondisi kehidupan berkeluarga di barat dan dampaknya bagi kehidupan mereka, kemudian dipaparkan juga bagaimana kehidupan berkeluarga yang diajarkan oleh islam sebagai perbandingan. Pembahasan ini merujuk kepada satu buku yang berjudul ‘Tauhid’ karya Isma’il Raji Al-Faruqi yang merupakan buah karya yang timbul atas kegelisahan dan keprihatinan penulis melihat kondisi umat islam yang semakin merosot dalam semua aspek disebabkan karena arus kultur dan budaya luar yang masuk ke dalam tubuh ajaran dan budaya islam yang menjadikan nilai-nilai islam menjadi kabur dari keasliannya.

B.  Pembahasan
1.    Keruntuhan Lembaga Keluarga di Dunia
Negara-negara barat yang menganut paham komunis mengganti (istitusi) keluarga dengan komune dimana mereka menganggap bahwa kondisi ideal bagi kehidupan manusia adalah sebagai suatu keadaan di mana orang-orang hidup di dalam asrama, makan di aula besar, dan menganggap keturunan mereka sebagai anak-anak negara. Peran yang seharusnya dipikul oleh orang tua dalam mendidik dan mengayomi anaknya dengan perhatian dan kasih sayang kini diambil alih oleh negara sehingga ikatan keluarga diantara mereka menjadi lemah, bahkan tidak ada sama sekali.
Di Eropa barat dan Amerika Serikat, urbanisasi masyarakat ke pusat-pusat kota untuk mencari penghidupan membuat orang-orang kehilangan ciri keperibadian mereka masing-masing. Percampuaran diantara mereka tentu tidak bisa dielakkan, moralitas mereka menjadi longgar, kaum wanita dituntut untuk menjadi mandiri yang mengakibatkan ke individualisme menjadi sangat kuat, sehingga hal ini memperparah pengikisan ikatan keluarga diantara mereka. Hubungan diantara mereka tidak lebih sebagai hubungan ketika mereka saling membutuhkan ketika kebutuhan mereka terpenuhi, hubunganpun menjadi terputus. Kebebasan seksual merupakan dampak dari kondisi yang mereka ciptakan sendiri yang menjadikan lembaga keluarga tercampakkan karena banyaknya anak-anak lahir tanpa orang tua.
Kehidupan keluarga dalam kehidupan mereka telah berubah menjadi kumpulan hewan, dalam pengertian bahwa lembaga ini ada selama anak-anak mereka secara fisik tidak berdaya dan membutukkan perhatian perhatian terus-menerus dari orang tuanya. Begitu mereka menginjak usia balig, kebutuhan material dan ikatan keluarga terputus. Lebih diperparah lagi dengan kehidupan orang tua yang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing di luar rumah dan tekanan untuk mencari kepuasan emosional pribadi sehingga perhatian terhadap anak-anak mereka yang masih labil psikologinya nyaris tidak ada.
Para ahli antropologi barat juga memiliki andil mendorong keruntuhan lembaga keluarga dengan mengajarkan teori-tori spekulatip yang menyimpang dari hubungan manusia, seperti patriarki, poliandri dan lain sebagainya sehingga menjadikan lembaga keluarga semakin terpuruk dari eksistensinya.
Di seluruh dunia barat dan komunis, lembaga keluarga telah mengalami perubahan radikal yang tidak bisa dipisahkan dari kemerosotan umum masyarakat. Ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kemerosotan moral, kendornya ikatan sosial, dan terputusnya tradisi dari generasi-generasi lampau. Terlepas dari mana yang menjadi sebab dan mana akibat, antara peradaban dan lembaga keluarga merupakan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan yang saling mempengaruhi bagi kemajuan dan kemunduran suatu masyarakat.
Dunia islam dan bagian dunia ketiga lainnya, selama mereka masih melestarikan identitas mereka dari gerogotan budaya dan ideologi-ideologi barat, mereka akan tetap selamat dari kemerosotan dan kemunduran masyarakatnya karena berawal dari keluarga keperibadian masyarakat akan dibentuk dan dididik. Keluarga islam memiliki peluang lebih besar untuk tetap lestari karena ditopang oleh hukum-hukum islam yang mengatur, terlebih lagi dengan adanya determinasi islam yang semakin mengeratkan hubungan umat yang lebih dari sekedar hubungan keturunan dan keluarga yaitu tauhid atau ketauhidan dalam diri mereka.
2.    Keluarga Sebagai Unit Membentuk Masyarakat
Dalam kenyataannya manusia diciptakan Allah SWT. terdiri dari empat peringkat, yaitu diri sendiri, keluarga, suku, bangsa atau ras dan ummah universal. Dari keempat peringkat ini tentu peringkat ummah-lah yang lebih memiliki jangkauan yang lebih luas dari pada peringkat yang lain karena pada pringkat ummah universal hubungan mereka dihubungkan dengan ikatan ideologi dan agama sehingga hubungannya lebih manusiawi dan memanusiakan manusia selayaknya, namun semuanya itu berawal dari keluarga dimana keluarga adalah awal perkembangan dan pereadaban manusia.
Pembentukan keluarga yang ditandai dengan pernikahan dan perkawinan tidak hanya sebagai tempat melampiaskan hasrat sek manusia semata, tapi keluarga merupakan suatu wadah tempat membangun keharmonisan, kasih sayang, saling pengertian, melahirkan keturunan dan saling mengajar dan mendidik. Hal-hal tersebut merupakan kewajiban tiap-tiap angota keluarga. Pendeknya, keluarga merupakan satu lembaga yang diatur Allah SWT. sebagai sarana untuk pemenuhan/perealisasian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan-Nya. Dan tauhid pun tidak akan pernah ada tanpa pemenuhan tujuan tersebut. Tauhid ada bertujuan untuk mengaktualisasikan dan mengarahkan metoda dan materi-materi yang ada dalam keluarga dan hubungan-hubungan yang dilahirkan didalamnya.
3.    Masalah-Masalah Kontemporer     
a.    Kesamaan Derajat
Tidak perlu diragukan lagi bahwa Allah SWT. telah menciptakan laki-laki dan perempuan sederajat dalam hak-hak keagamaan, etika dan sipil, serta tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban mereka. Dalam al-Qur’an, Allah telah banyak menyinggung persamaan tersebut, seperti dalam QS. 3: 195, 9:71-72 dan 16:97 menyatakan akan kesamaan derajat dalam hal keagamaan dan etis. Kesederajatan dalam sipil dinyatakan dalam QS. 60:12, 5:38, 24:2 dan 24:2. Akan tetapi ada sedikit pengecualian, dan ini berkaitan dengan fungsi-fungsi mereka sebagai ayah dan ibu.
Mengenai tuduhan bahwa islam mendukung ketidaksamaan derajat berdasarkan ayat QS. 4:34, tudahan ini tidak dapat dipertanggung jawabkan karena ayat tersebut berkaitan dengan hubugan dalam berumah tangga saja dan mereka tidak melihat kelanjutan ayat setelahnya yang memperjelas ketentuan syarat-syarat penerapan bagian ayat sebelumnya, yang kesemuanya berkaitan dengan hubungan berumah tangga. Orang-orang yang menuduh islam tidak adil dalam hal persamaan sering menafsirkan al-Qur’an sepotong-potong, mereka tidak melihat konteks ayat sebelum atau sesudahnya sehingga mereka tidak mendapatkan makna yang sempurna dari ayat tersebut. Oleh karena itu memahami al-Qur’an harus dilakukan secara menyeluruh dan dibantu oleh penafsiran para ahli tafsir muslim yang selamat.
b.    Perbedaan Peran
Islam menganggap laki-laki dan perempuan diciptakan untuk fungsi-fungsi yang berbeda-beda dengan tujuan untuk saling melengkapi. Perempuan berfungsi sebagai ibu untuk mengatur rumah tangga dan pengasuh anak dan laki-laki sebagai ayah sebagai pelindung dan  pencari nafkah. Perbedaan yang telah diatur sedemikian rupa ini membuntuhkan kekuatan fisik, psikis dan emosional yang telah dianugrahkan kepada laki-laki dan perempuan menurut kodratnya. Perbedaan peranan sama sekali bukkanlah diskriminasi dan segregasi. Keduan peran tersebut sama-sama tunduk kepada norma-norma agama dan etika; dan keduanya membutuhkan kecerdasan, bakat, energy dan usaha yang sungguh-sungguh dari kedua jenis kelamin. Perbedaan fungsi dibidang masing-masing ini bertujuan untuk saling melengkapi dan menutupi dari kekurangan yang terdapat pada keduanya. Perbedaan tersebut bisa saja berubah dalam kondisi-kondisi tertentu yang mendesaknya untuk berubah dan dibenarkan oleh norma-norma agama. 
c.    Busana Muslimat
Dalam islam, Allah SWT. sama sekali tidak memerintahkan untuk mengurung wanita dibalik busana muslimah mereka dan berada dirumah sepanjang waktu. Buktinya banyak dalam al-Qur’an yang menyatakan hak-hak wanita untuk berperan dalam kehidupan umum, pemerintahan dan bahkan dalam peperangan seperti terdapat dalam QS. 9:71-72, 60:12 dan 3:195. Tujuan pensyari’atan wanita menggunakan pakaian yang lebih tertutup (QS. 24:30-31) dari pada laki-laki lebih kepada upaya pencegahan pembukaan diri yang akan menuntun kepada Imoralitas dan perzinaan yang keji bukan pengekangan wanita dari kehidupan luar.
d.   Perkawinan dan Perceraian
Menurut fitrah manusia, laki-laki dan perempuan dituntut untuk memenuhi hasrat sek yang ada dalam diri mereka dengan menikah. Tututan akan mas kawin yang tinggi dan lain sebagainya tidak boleh dijadikan penghalang untuk menikah antara keduanya. Pernikahan dan perkawinan yang diperintahkan tersebut untuk mencegah manusia melampiaskan hasrat seknya tidak pada tempatnya sehingga menjadikan manusia sama seperti binatang. Sedangkan perceraian yang disyari’atkan islam adalah ketika hubungan pernikahan itu tidak bisa dipertahankan lagi setelah melakukan berbagai upaya untuk menjaganya supaya tetap utuh. Hal ini pun tetap memiliki ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum dan setelah perceraian itu terjadi diantara kedua belah pihak sesuai dengan aturan-aturan islam.
e.    Keluarga Besar
Allah SWT. telah menetapkan keluarga dalam bentuknya yang luas. Syari’ah islam telah mengaturnya siapa angora-anggota keluarga yang wajib dinafkahi dan mendapatkan harta warisa diantara mereka. Secara umum, setiap kerabat adalah tanggungan, betapapun jauhnya hubungan kekerabatannya, asal dia dalam keadaan kekurangan dan tidak mampu maka dia wajib mendapatkan perhatian yang lebih.
Memang, keluarga muslim secara pertalian darah terbatas pada garis keturunan atau nasab, namun secara ideology dan agama, keluarga besar adalah semua orang yang memiliki keyakinan dan agama yang sama dengan kita, sehingga setiap orang berkewajiban untuk berkorban dan saling membantu untuk orang lain dengan suka rela atas dasar saling cinta mencintai diantara sesama.
f.     Wanita Karir dan Pelaksana Islam  
Begitu banyak wanita muslim silau dengan wanita-wanita barat dalam mengejar karir untuk mencapai kemandirian ekonomi dan kebebasan pribadi, kemudian melupakan syari’at agama yang lebih mapan untuk diikuti.
Persepsi wanita karir dimasyarakat Muslim umum perlu diluruskan dan dibenarkan karena wanita karir anggapan mereka adalah ketika seorang wanita bisa bekerja bebas diluar rumah sesuai keinginannya, sementara seorang ibu yang bekerja banting tulang mendidik dan mengayomi anaknya tidak dikatakan wanita karir. Justru kerja ibu rumah tangga lebih membutuhkan skill dan keterampilan yang professional dari pada wanita yang sekedar mengikuti hawa nafsunya diluar rumah. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya bahwa seorang ibu tidak hanya bertumpu pada aktivitas memasak, mencuci pakaian dan mendidik anak saja, tapi ia pun bisa terjun kemasyarakat umum apabila dibutuhkan tanpa meninggalkan fungsi pokoknya sebagai ibu rumah tangga yang mengayomi dan mendidik putra putri mereka.
Disamping itu, setiap wanita sebagaimana juga setiap laki-laki memeiliki kewajiban untuk mengabdi kepada Allah SWT. dan memberi manfaat kepada sesama, sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimilikinya. Kewajiban ini dituntut bukan atas dasar perbedaan masing-masing tetapi lebih kepada ketundukan dan penghambaan manusia kepada sang pencipta yang telah menganugrahkan segalanya sehingga manusia tidak perlu banyak mengeluh dan mempertanyakan ketentuan tersebut karena semuanya sudah diatur dari sebelum manusia diciptakan.     
C.  Penutup
Apapun yang telah disyari’atkan Allah SWT. dalam islam bagi manusia untuk dilaksanakan dan dijauhi merupakan untuk kepentingan dan kemaslahatan manusia sendiri. Tentunya Allah SWT. lebih mengetahui dan memahami akan kebutuhan mahluk yang diciptakannya sehingga tidak mungkin manusia akan dijerumuskan kedalam lembah kehinaan dan kesengsaraan. Justru manusia yang tidak mematuhi aturan-aturan tersebut akan menggiring dirinya menuju kehinaan dan kesengsaraan yang akan dirasakan di dunia dan akhirat sebagaimana yang telah dijanjikan Allah SWT. dan dijelaskan dalam al-Qur’an dan hadits Nabi-Nya.





* Resume dari buku Tauhid karya Isma’il Raji Al-Faruqi, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1988), hal. 136-146.

1 komentar:

  1. Thanks infonya. Oiya ngomongin keluarga, ternyata ada loh beberapa cara yang bisa dilakukan agar keluarga sukses dalam hal keuangan. Mau tau caranya? Yuk cek di sini: Tips agar keluarga sukses finansial

    BalasHapus