Jumat, 15 Mei 2015

Tersadar Kembali


Perpustakaan
Perpus UNIDA Gontor
Hampir setiap hari saya berusaha untuk belajar dan belajar. Setelah belajar atau membaca, saya berusaha untuk menggoreskan polpen saya di kertas atau langsung menulis di lebtob, namun hasilnya tetap mentok, mentok dan mentok. Berulang kali saya melakukan hal yang sama, tapi hasilnya tidak jauh berbeda. Saya merasa putus asa dan stress dengan aktifitas saya yang tidak pernah mengalami perkembangan dan kemajuan.
Saya teringat dengan masa lalu yang telah saya jalani. Saya mulai menyalahkan diri saya, menyalahkan keadaan, menyalahkan keluarga saya, menyalahkan sekolah saya, menyalahkan orang dan lain sebagainya.. Terlintas dalam pikiran sempit saya, ‘seandainya dulu saya tidak disana/seandainya saya tidak dalam kondisi ini, dan andai-andai yang lainnya. Saya pun menyesali dan meratapi nasip saya sendiri, hingga saya terpaku dan terlena dalam ratapan saya sendiri.
Memang berat untuk berhenti mengingatnya, karena kelitannya itulah sumber dari semua keadaan yang membuat saya terpuruk dan terkapar ini. Namun serasa saya tersadar kembali akan diri saya sendiri. Menyadari hakikat hidup yang sebenarnya pernah saya dapatkan dan fahami, tapi terkalahkan oleh memori kehidupan masa lalu.
Mendengar ceramah Ust. Dr. H. Ahmad Hidayatullah Zarkasyi menyadarkan saya kembali akan kehidupan ini. Terlalu sering saya menimbang dan mengukur kehidupan ini dengan akal dan hitungan materi atau fisik. Saya keseringan melihat orang yang lebih (kemampuan/materi) dari saya dari pada melihat diri saya sendiri kemudian membenahi. Pikiran saya terlalu menrasionalkan kondisi sehingga menjadikan segala sesuatu menjadi seolah-olah tidak mungkin untuk saya lakukan. Saya selalu mengukur kondisi diri saya dengan kondisi orang lain. Sehingga yang terpikir adalah sulit dan bahkan gak mungkin untuk sampai ketujuan yang dicita-citakan.
Lebih memprihatinkannya lagi, saya lupa dan tidak menyadari sekaligus masih meragukan” akan ke Maha Agungan Sang Pencipta yang pengatur segala-galanya yaitu, Allah SWT. Sekali lagi, saya terlena dan terbuai oleh pikiran sempit saya sehingga saya lupa bahwa ada Dia diatas alam jagat raya ini beserta isinya. Astagfirullahal’adziim…
Diantara bentuk kelupaan dan keraguan tersebut adalah ketika berdo’a, hampir semuanya dalam keadaan ragu dengan do’a yang dipanjatkan, alias kurang meyakini akan terkabulnya do’a tersebut. Masih ada banyang-banyang ketidakmungkinan yang digemboskan oleh pikiran saya sehingga saya kurang berharap akan terkabulnya do’a saya. Ketika beribadah – khususnya shalat – fardu, saya dalam keadaan sadar atau tidak sadar dengan ibadah saya. Apakah ini sekedar rutinitas untuk menghilangkan kewajiban saja atau memang bentuk penghambaan saya kepada Allah di karenakan kelemahan dan kekurangan saya. Iya, saya sadar dengan ibadah saya, tapi saya tidak menyadari hakikat dari ibadah saya ditambah lagi kurang meyakini dampak dari ibadah itu terhadah hidup saya. Kembali saya tersadarkan dengan ceramah Ust. Dr. H. Ahmad Hidayatullah Zarkasyi..
Ceramahnya simpel sebenarnya, namun menyadarkan saya akan ke Maha Agungan Allah Subhanahuwata’ala. Diantara yang disinggung beliau juga adalah orang islam yang tidak meyakini kekuatan do’a adalah orang islam yang sangat picik dan sempit hati dan pikirannya. Banyak bukti nyata yang sudah merasakan kekuatan do’a. orang yang awalnya masalah dalam hidupnya, karena do’a yang dipanjatkannya dengan penuh keyakinan dan terus-menerus melakukannya, sehingga masalahnya terselesaikan. Tentunya tidak terlepas dari usaha sungguh-sungguh untuk berkerja setelah berdo’a. Ada juga orang yang selalu berdo’a, kemudian usahanya cuman sekedarnya saja, tapi semua masalahnya terselesaikan. Ini juga disebabkan karena berkah do’a. bahkan ada juga orang yang hanya berdo’a saja dengan terus menerus tanpa berusaha dan masalahnya terselesaikan. Ini juga berkah dari do’a. intinya Allah SWT menyuruh kita untuk banyak-banyak berdo’a kepada-Nya, karena Dia-lah yang memungkinkan yang tidak mungkin dan mengadakan yang tidak ada.
Terakhir, setiap usaha, baik itu belajar, bekerja mencari rizki dan lain sebagainya, hendaklah diawali dengan keyakinan akan diberikan kemudahan oleh Allah. Kemudian barengi ia dengan keikhlasan dan kesabaran dalam melakukannya. Ketika seseorang belum mendapatkan apa yang diharapkan, berarti ia harus menunggunya dengan melalui/menjalani proses yang mesti dilaluinya, oleh karena itu kesabaran harus tetap dipupuk dalam diri kita.

(paska pusing memikirkan tesis. Jum’at malam, 15-05-2015)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar